Dinamika geopolitik di Indo-Pasifik dapat menentukan hubungan Indonesia dan Amerika Serikat (AS). Kawasan itu telah menjadi arena persaingan geopolitik yang semakin intensif antara kekuatan-kekuatan besar, terutama AS dan China. Dalam konteks ini, Indonesia sebagai negara terbesar di Asia Tenggara menghadapi tantangan dalam memposisikan diri dan melindungi kepentingan nasionalnya.
Sebelum lebih jauh membahas Indo-Pasifik, isu hubungan Indonesia dan AS menjadi menarik diperhatikan. Ini berkaitan dengan Hubungan diplomatik kedua negara yang telah memasuki usia ke-75 tahun.
Peringatan itu dimulai 6 Maret lalu melalui serangkaian kegiatan perayaan yang direncanakan diselenggarakan di sepanjang tahun 2024 ini. Pertanyaan menariknya adalah sejauh mana hubungan kedua negara selama ini?
Tidak ada masalah besar dalam hubungan antar-masyarakat dikedua negara. Sebelum K-pop Korea Selatan, film-film kartun robot atau anime Jepang merajalela di Indonesia, di tahun 1970an orang muda Indonesia gandrung tarian breakdance.
Apalagi pengaruh film-film AS yang memproduksi semangat heroisme ala superman dan lainnya juga mendominasi budaya Indonesia sejak awal televisi berwarna dikenal di negeri ini.
Persoalannya lebih pada hubungan antar-pemerintahan di kedua negara. Kedekatan Indonesia dengan AS di sepanjang 10 tahun terakhir ini memang terasa tidak seperti di jaman pemerintahan Presiden Suharto lagi. Ada pandangan umum bahwa pemerintahan Jokowi dianggap lebih dekat ke China secara geoekonomi, walau pertimbangan geopolitik tetap lebih mendekatkan Indonesia ke AS.
Esai ini mencoba melihat urgensi penguatan hubungan Indonesia-AS dalam dinamika geopolitik Indo-Pasifik. Pemerintahan baru di bawah Presiden Prabowo Subianto diharapkan bisa menguatkan kembali hubungan kedua negara.
Pertimbangan manfaat bagi kepentingan nasional Indonesia tentu saja tetap menjadi prioritas. Tulisan ini juga lebih fokus pada dinamika geopolitik di Indo-Pasifik sebagai faktor penting untuk menguatkan hubungan kedua negara.
Pendekatan Realisme Struktural atau Neorealisme dalam studi Hubungan Internasional (Hai) digunakan untuk mencari tahu urgensi itu dalam tulisan ini.