Pemilihan presiden (pilpres) 2024 memang berbeda sekali dengan pilpres sebelum-sebelumnya sejak reformasi politik demokratis 1998 di Indonesia. Salah satu faktor yang menjadi pembeda adalah faktor Jokowi atau Jokowi effect.
Faktor Jokowi bisa diartikan bahwa dukungan Presiden Jokowi akan mempengaruhi elektabilitas ketiga calon presiden (capres). Pemilihan Presiden Indonesia 2024 menandai era baru dalam politik Indonesia.
Dalam pemilihan ini, kita melihat bagaimana faktor Joko Widodo (Jokowi) mempengaruhi elektabilitas calon presiden, sebuah fenomena yang disebut Jokowi Effect.
Faktor ini membedakan Pemilu 2024 dari pemilihan sebelumnya. Jokowi, sebagai Presiden Indonesia dua periode, telah meninggalkan jejak yang signifikan dalam politik Indonesia. Kepuasan publik terhadap kinerja Jokowi selama masa pemerintahannya berpengaruh pada elektabilitas calon presiden.
Hasil survei menunjukkan adanya tren kenaikan tingkat kepuasan publik terhadap Presiden Jokowi pada tahun 2023. Faktor pergeseran pemilih Jokowi, antara yang puas dan tidak puas, menjadi salah satu penyebab elektabilitas beberapa calon presiden melejit.
Dukungan Jokowi bisa memberikan pengaruh terhadap elektabilitas, terutama jika persaingan elektabilitas antar calon presiden sangat ketat. Berbagai diskusi dan survei bahkan menjelaskan faktor Jokowi diyakini menguntungkan salah satu capres, yaitu Prabowo Subianto.
Sebaliknya, Anies Baswedan dipandang sebagai capres yang paling tidak beruntung dalam konteks Jokowi effect itu. Gagasan perubahan yang diusung Anies mungkin saja menjadi penyebab utamanya. Selain itu, Anies juga menjadi daya tarik bagi orang yang kritis kepada pemerintahan Jokowi.
Sedangkan capres Ganjar diprediksi mendapatkan sebagian kecil dari faktor Jokowi bagi elektabilitasnya. Pandangan pesimis bahkan menyebutkan capres Ganjar mulai ditinggalkan pendukung Jokowi.
Soft Power
Dalam studi Hubungan Internasional, seorang profesor dari Harvard University, yaitu Joseph Nye (2008) mengenalkan konsep soft power. Konsep ini berkaitan dengan kemampuan suatu negara untuk mempengaruhi pihak lain dengan menggunakan daya tarik, bukan menggunakan penekanan atau pemaksaan.
Soft power, menurut Nye, diantaranya terdiri dari unsur-unsur budaya, sistem nilai dan kebijakan. Di tingkat politik Indonesia, negara dapat diasosiasikan dengan aktor, yaitu Jokowi.