Debat calon presiden (capres) kedua akan diadakan pada 7 Januari 2024. Memang masih lama, meskipun demikian ketiga capres perlu mempersiapkan diri untuk menyampaikan pandangan mereka mengenai tema pertahanan, keamanan, hubungan internasional, dan geopolitik.
Sebuah tema berat ditambah kondisi internasional yang bakal berbeda ketimbang 10 tahun terakhir ini. Dari tema itu, salah satu isu mendasar adalah sikap dan strategi Indonesia terhadap persaingan kepentingan antara Amerika Serikat (AS)-China di kawasan Asia, khususnya Asia Tenggara.
Isu ini sangat strategis bagi Indonesia menjelang pergantian kepemimpinan pada pemilihan presiden (pilpres) 14 Februari 2024. Capres Anies Baswedan, Prabowo Subianto, dan Ganjar Pranowo perlu memberikan ketegasan posisi Indonesia terhadap dua kekuatan besar (major powers) itu ketika salah satu dari mereka terpilih menjadi presiden Indonesia.
Ketiga capres perlu melihat kembali pengalaman pemerintahan-pemerintahan sebelumnya sejak negeri ini merdeka 1945 hingga pemerintahan Joko "Jokowi" Widodo. Merunut kembali strategi-strategi pemerintahan sebelumnya dan mengambil pelajaran terbaik (best lesson) bagi pemerintahan baru mulai 20 Oktober 2024.
Strategi Sebelumnya
Sejak merdeka pada 1945, politik luar negeri Indonesia diarahkan untuk mengedepankan kepentingan nasional dan menghindari jebakan masuk ke kutub manapun. Melalui doktrin bebas-aktif, para pemimpin Indonesia berupaya menjaga hubungan baik sekaligus menjaga jarak yang cermat dengan berbagai kekuatan besar dunia.
Di bawah Presiden Sukarno, bebas-aktif diwujudkan lewat Konperensi Asia-Afrika 1955 dan gerakan Non-Blok. Sukarno berani mengkritik imperialisme Barat dan menjalin kerja sama strategis dengan Uni Soviet. Sujarno juga menjalin hubungan dekat dengan China menjelang kejatuhannya.
Di era Orde Baru, pemerintahan Presiden Suharto lebih condong ke Barat. Suharto menjalin hubungan baik dengan AS sekaligus negara Teluk dan Eropa Barat.
Memasuki abad 21, persaingan AS-China makin memanas. Dalam menghadapinya, Presiden Jokowi menerapkan banyak cara serupa yang dipakai para pendahulunya. Jokowi mengedepankan kepentingan nasional, sambil menjalin hubungan pragmatis dengan kedua negara adidaya.