Lihat ke Halaman Asli

Ludiro Madu

TERVERIFIKASI

Dosen

Kebijakan Luar Negeri Pemerintahan Jokowi: Bebas-Aktif atau Memihak?

Diperbarui: 6 Januari 2023   07:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi: Presiden Jokowi di KTT G20, di Osaka, Jumat (28/6/2019). (Biro pers setpres via kompas.com)

Tahun baru biasanya menjadi titik awal dari sebuah kebijakan yang hendak dijalankan hingga akhir tahun. Begitu pula dengan kebijakan luar negeri Indonesia.

Di setiap awal tahun, pemerintahan Joko 'Jokowi' Widodo melalui Menteri Luar Negeri (Menlu) menyampaikan pidato awal tahun tentang prioritas kebijakan luar negeri Indonesia. 

Pada 2023 ini, pernyataan pers tahunan Menteri Luar Negeri akan disampakian pada tanggal 11 Januari dengan judul "Leadership in A Challenging World."

Dalam kebijakan luar negeri-nya, Indonesia di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo dapat dikatakan lebih memilih bebas aktif. Kecenderungan itu dapat kita perhatikan pada berbagai pendirian atau posisi Indonesia pada berbagai isu internasional.

Yang menarik adalah bahwa berbagai isu internasional itu berujung pada persaingan global di antara negara-negara besar, yaitu AS-Rusia, AS-China, atau AS melawan koalisi Rusia dan China.Dalam konteks persaingan itu, mengetahui posisi Indonesia menjadi sangat penting. 

Pengertian bebas dan aktif dapat mengambil dari sumber aslinya, yaitu pernyataan Wakil Presiden Mohammad Hatta. Dalam pidatonya berjudul "Mendayung di antara Dua Karang", Hatta menawarkan konsep politik luar negeri bebas aktif di Indonesia. 

Wapres Hatta menyampaikan pidatonya di depan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) pada 2 September 1948 bahwa Indonesia semestinya bisa menentukan sikap sendiri dalam menghadapi konflik politik internasional saat itu. 

Politik Indonesia bebas aktif artinya Indonesia dapat secara bebas menentukan sikap dan kebijaksanaannya sendiri dalam menghadapi permasalahan internasional dan tidak mengikatkan diri pada kekuatan mana pun.

Menurut Hatta, urgensi mengambil posisi bebas dan aktif itu adalah persaingan global antara AS dan Uni Soviet (US). Persaingan itu menuntut negara-negara mengambil posisi harus mendukung.

Bebas-Aktif, Tetapi Memihak
Walaupun begitu, kenyataan justru menunjukkan kedekatan pemerintahan Sukarno dengan poros Timur, khususnya Uni Soviet. Sementara itu, mulai awal 1960an hingga akhir hayatnya, pemerintahan Sukarno lebih dekat dengan China.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline