Lihat ke Halaman Asli

Ludiro Madu

TERVERIFIKASI

Dosen

Peran Strategis Indonesia di G20 Dalam Mengurangi Dampak Perang Rusia-Ukraina

Diperbarui: 15 Maret 2022   05:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perhelatan G20 pada 2022 ini memang berbeda ketimbang tahun-tahun sebelumnya. Sebagai Ketua atau Presiden G20, Indonesia juga dihadapkan pada implikasi global dari perang Rusia-Ukraina. Akibatnya, G20 menghadapi dua tantangan global, yaitu dampak dari pandemi Covid-19 dan perang Rusia-Ukraina.

Perubahan dunia itu secara tidak langsung menempatkan posisi Indonesia menjadi semakin penting. 

Tema Presidensi G20, yaitu “Recover Together, Recover Stronger” tidak hanya berkaitan dengan pemulihan ekonomi global setelah pandemi, namun juga setelah perang itu. 

Dengan mengusung tema itu, negara-negara di dunia diharapkan dapat segera pulih di berbagai sektor ekonomi.

Selain itu, tema tersebut juga diharapkan dapat mendorong pemulihan yang ke depannya mempunyai ketahanan dan keberlanjutan bagi negara-negara di dunia. Jadi manfaat G20 tidak hanya terbatas untuk 20 negara anggota G20, namun kepada 190 lebih negara di dunia.

Perang Rusia-Ukraina

Presidensi G20 dihadapkan pada persoalan yang berkaitan dengan implikasi dari perang Rusia-Ukraina. Perang itu sudah berlangsung sejak 24 Februari 2022, tanpa kejelasan kapan akan selesai. Hingga hari ke-20 ini, perang masih berlangsung di kota-kota Ukraina. Tiga kali inisiatif perdamaian tampaknya belum mampu meyakinkan kedua negara untuk menyepakati gencatan senjata.

Dampaknya adalah lebih dari 1 juta penduduk Ukraina menjadi pengungsi di negara-negara sekitarnya. Perekonomian negara itu luluh lantak. Masyarakat Ukraina tidak bisa lagi menjalankan kegiatan secara leluasa. Perang melawan serangan militer Rusia menjadi fokus utama ketimbang pandemi Covid-19.

Walaupun secara fisik lebih aman, warga Rusia mulai merasakan dampak dari sanksi ekonomi dari berbagai negara dan perusahaan global. Banyak negara-negara yang menyetujui resolusi PBB menutup semua aktivitas yang berkaitan dengan Rusia di negara-negara mereka, termasuk Singapura. Berbagai perusahaan global mulai hengkang dari Rusia, termasuk perusahaan waralaba cepat saji, seperti McDonald.

Sementara itu, Rusia ternyata mampu bertahan hingga kini dari berbagai sanksi ekonomi global itu. Bahkan Rusia membalas dengan mengurangi dan bahkan menghentikan ekspor berbagai produk andalannya, seperti gas ke negara-negara Eropa. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline