Tidak banyak yang menyadari bahwa 1 Oktober adalah hari Kopi Internasional, padahal tergolong penyuka minuman kopi. Kondisi itu tidak perlu diprotes, apalagi harus menggalang demonstrasi turun ke jalan di antara kaum penikmat kopi.
Kita lebih merayakan hari ini sebagai hari Kesaktian Pancasila. Sambil mengingat arti Kesaktian Pancasila bagi negeri tercinta, saya tuliskan sebuah revolusi di Rusia.
Revolusi ini amat berbeda dengan revolusi Perancis atau purple revolution di Cekoslovakia pada waktu itu. Rusiano revolution adalah revolusi tentang gaya hidup baru, yaitu minum kopi di Rusia di sekitaran tahun 2016.
Revolusi itu bermula dari tuduhan Perdana Menteri Rusia, Dmitri Medvedev, bahwa kopi Americano itu tidak patriotik dan 'not politically correct'. Medvedev seolah meniru tuduhan Bung Karno terhadap musik grup Koes Plus yang dianggap 'ngak ngik ngok' alias kebarat-baratan.
Akibatnya pengusaha kopi melakukan rebranding. Nama kopi jenis Americano diubah menjadi Rusiano. Sesederhana itu:)
Semua itu berlangsung di tengah maraknya kopi sebagai sebuah budaya bagi orang Rusia. Siapa menyangka bahwa orang Rusia menyukai kopi, apalagi salah satunya adalah kopi Indonesia.
Gandrung atau rasa suka terhadap kopi Indonesia itu muncul seiring dengan Rusiano Revolution.
Sebuah revolusi sosial-kemasyarakatan terjadi di negara besar dengan 11 zona beda waktu itu. Dominasi minuman Vodka dan teh mulai disaingi kopi. Masyarakat Rusia makin menyukai kopi.
Berbagai kafe modern muncul dalam 3-5 tahun terakhir ini di beberapa kota besar di Rusia. Konon, jumlah kafe di Moskow saja mencapai 2.800 gerai.
Berbagai negara mengekspor kopi ke Rusia. Indonesia juga mengekspor kopi, baik kopi komoditas (curah) maupun kopi specialty (bermerek dengan packaging khusus).