Bagi sebagian pihak di dalam negeri Indonesia, sikap hati-hati Indonesia terhadap pakta pertahanan AUKUS tampaknya tidak cukup. Sikap hati-hati itu dapat diterjemahkan sebagai sikap tidak tegas. Sikap tidak tegas itu dalam pengertian tidak menunjukkan pemihakan yang jelas kepada AUKUS atau China.
Sikap hati-hati Indonesia itu bahkan dipandang tidak menunjukkan netralitasnya. Posisi Indonesia seperti itu dikhawatirkan menyebabkan Indonesia tidak akan mendapatkan apa-apa, baik dari AUKUS maupun China. Sementara itu, kehati-hatian Indonesia dapat berujung pada situasi bahwa Indonesia ditinggal sendirian oleh negara-negara lain.
Sementara itu, negara-negara seperti Singapura, Filipina, dan Vietnam lebih condong mendukung Amerika Serikat. Malaysia ---seperti Indonesia--- mempertanyakan rencana Australia mengenai kapal selam nuklir dengan komitmen non-proliferasi di kawasan ini, tetapi sikap Malaysia dapat dipertanyakan berkaitan dengan keterikatannya pada aliansi pertahanan Five Powers Defence Arrangement atau FPDA (beranggotakan AS, Australia, Selandia Baru, Singapura, dan Malaysia). Negara-negara seperti Myanmar, Laos, dan Kamboja lebih berpihak kepada kawan tradisional mereka, yaitu China.
Seperti diketahui, pada 15 September 2021 Presiden AS menginisiasi pembentukan aliansi pertahanan itu sebagai salah satu bentuk dari upaya kongkrit AS kembali menancapkan kekuatan globalnya di kawasan Indo-Pasifik. Melalui pakta pertahanan itu, AS akan memberikan akses teknologi kapal selam nuklir kepada Australia. Pakta baru AUKUS diprediksi bakal memperdalam ketegangan dengan China di LCS.
Proyeksi mengenai keamanan internasional yang tiba-tiba berubah itu memancing berbagai macam pendapat di tengah masyarakat Indonesia. Masyarakat ini tidak mengambil populasi atau sampel secara khusus, namun lebih pada beberapa pihak di masyarakat yang memiliki pandangan tertentu mengenai sikap Indonesia terhadap pakta pertahanan segitiga AUKUS.
Media online menjadi sumber utama dari pandangan 'masyarakat' itu. Berdasarkan tangkapan pendapat beberapa pihak, pandangan masyarakat mengenai sikap atau posisi Indonesia terhadap AUKUS dapat dimasukkan ke dalam tiga (3) kelompok.
1. Netral, Namun Memihak AUKUS
Pilihan pemerintah Indonesia mendukung AUKUS sebenarnya lebih dimungkinkan ketimbang memihak China. Namun pemihakan itu tidak akan dinyatakan secara terang-benderang. Sebagaimana yang telah berlangsung selama ini, Indonesia memang cenderung mendukung AS sejak pemerintahan Suharto, sembari menuntut penghormatan pada hukum internasional.
Keberpihakan Indonesia pada kekuatan Barat tampak pada gestur diplomatiknya. Latihan perang Garuda Shield besar-besaran antara TNI Angkatan Darat dan pasukan AS beberapa waktu lalu dan hibah kendaraan taktis Australia ke TNI AD dapat menjadi contoh penting.
Bahkan di Kompas.com (22/09/2021), anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDI-P, TB Hasanuddin, menyatakan ada kelompok tertentu yang menginginkan Indonesia bergabung dalam kerja sama pertahanan trilateral AUKUS.