Faktor-faktor domestik memiliki peran penting dalam menentukan politik luar negeri (PLN) sebuah negara, termasuk Indonesia, Rusia, Amerika Serikat, Singapura, dan negara-negara lain.
Politik luar negeri (PLN) merupakan serangkaian gagasan, ketentuan, dan aturan yang menunjukkan posisi sebuah negara dalam memandang dunia. Dengan mengetahui PLN dari sebuah negara, seseorang dapat memahami pola-pola perilaku negara itu dalam hubungan internasional, termasuk dalam hubungan bilateral dan kerjasama regionalnya.
Di masa Perang Dingin (PD), PLN sebuah negara dapat dikelompokkan menjadi dua (2) orientasi. Pertama, mendukung Amerika Serikat (AS) dan menentang Uni Soviet. Kedua, cenderung berpihak ke Uni Soviet (US) dan melawan AS. Selain itu, ada sekelompok negara yang masuk ke dalam Non-Aligned Movement (Gerakan Non-Blok/GNB).
Walapun GNB dapat dimasukkan sebagai kelompok ke-3, namun pada kenyataannya, sebagian besar dari negara-negara cenderung memihak AS atau US. Contohnya adalah Indonesia. Di berbagai kesempatan, Indonesia selalu menyatakan diri sebagai anggota GNB. Indonesia tidak memihak AS dan US.
Namun demikian, kenyataan menunjukkan bahwa sepak terjang Indonesia dalam hubungan internasional pada masa PD lebih condong berpihak ke US pada masa Presiden Sukarno. Orientasi PLN Indonesia di akhir masa Sukarno berubah ke China. Penggantinya, yaitu Presiden Suharto, menempatkan PLN Indonesia lebih condong ke AS. Ada perubahan orientasi PLN Indonesia pada setiap pemerintahan di Indonesia hingga pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Perubahan orientasi PLN sebuah negara itu biasanya ditentukan oleh faktor domestik itu, antara lain:
1. Sistem atau struktur nasional
Faktor domestik ini dapat berupa sistem politik, ekonomi, atau budaya. Sistem politik demokratis, misalnya, mempengaruhi pembuatan kebijakan atau politik luar negeri. Dibandingkan sistem otoritarian, demokrasi memungkinkan lebih banyak aktor berperan dalam perumusan PLN. Ada kecenderungan bahwa semakin demokratis sebuah negara, maka semakin banyak aktor yang terlibat dalam PLN.
Sebaliknya, semakin otoriter sebuah negara biasanya akan memberikan kesempatan pada lebih banyak aktor dalam PLN. Keterlibatan atau partisipasi dari aktor-aktor demokratis itu dapat dilakukan pada tahap pembuatan dan pelaksanaan PLN. Demokratisasi politik luar negeri sebuah negara tidak lagi menempatkan negara sebagai satu-satunya aktor dalam PLN.
Lebih jauh, sistem politik demokratis memungkinkan berbagai aktor non-negara ikut serta dalam PLN. Fokus PLN juga tidak semata untuk menjaga keamanan negara atau national (national/state security), namun memperhatikan keamanan manusia (human security).