Lihat ke Halaman Asli

Ludiro Madu

TERVERIFIKASI

Dosen

Diplomasi Bilateral di 100 Hari Pertama Pemerintahan Jokowi, 2015

Diperbarui: 2 Maret 2021   06:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto via KOMPAS.COM

Tulisan ini merupakan sebuah dokumentasi mengenai perilaku diplomasi Indonesia di awal pemerintahan pertama Presiden Jokowi. Dokumentasi ini penting untuk mengingatkan kembali mengenai bagaimana konteks internasional dan domestik tertentu telah mempengaruhi kebijakan luar negeri sebuah negara, termasuk Indonesia.

Kebijakan Jokowi pada pemerintahan pertamanya yang lebih mengutamakan diplomasi bilateral. Kebijakan itu tentu saja muncul karena pertimbangan-pertimbangan tertentu.

Sejak Jokowi dilantik sebagai presiden pada Oktober 2014, hubungan luar negeri Indonesia dengan negara lain lebih banyak diwarnai suasana panas dingin.

Dua kebijakan

Ada dua kebijakan nasional yang secara potensial bisa mengganggu hubungan bilateral Indonesia, yaitu terkait dengan hukuman mati dan kebijakan maritim mengenai penangkapan/penenggelaman kapal asing pelaku pencurian ikan.

Kontroversi internasional atas pelaksanaan hukuman mati merupakan salah satu ujian bagi diplomasi Jokowi hingga awal 2015. Pemerintah dari warga negara yang akan dieksekusi melancarkan protes diplomatik terhadap Indonesia.

Belanda dan Brasil menarik pulang duta besar mereka sebagai akibat kegagalan melobi Presiden Jokowi guna membatalkan eksekusi hukuman mati. PM Australia Tony Abbott juga diprediksi mengambil kebijakan serupa andai lobi diplomasinya gagal. Bahkan Sekjen PBB Ban Kim Moon juga mendesak Indonesia membatalkan eksekusi mati terhadap dua warga negara Australia.

Sebelumnya, muncul persoalan dalam hubungan bilateral berkait kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pujiastuti menangkap dan menenggelamkan kapal-kapal asing pencuri ikan. Protes terhadap kebijakan unilateral Indonesia itu dilancarkan pemerintah Thailand, Filipina, Vietnam, dan Malaysia.

Hingga awal 2015, protes berbagai negara tersebut belum mampu melunakkan kebijakan pemerintahan Jokowi-JK demi menjaga dan melindungi kedaulatan nasional kita. Risiko gangguan hubungan bilateral antara Indonesia dan negara-negara lain menjadi isu mendesak yang harus disikapi pemerintahan Jokowi.

Pengiriman red notice dan pemanggilan pulang dubes memang tidak mencerminkan memburuknya hubungan bilateral secara keseluruhan. Karena itu, usaha Menlu Retno Marsudi, menjelaskan posisi dan alasan pemerintah Indonesia memberlakukan hukuman mati kepada pemerintah negara-negara lain, perlu ditindaklanjuti dengan kebijakan luar negeri yang lebih terukur dan responsif.

Berbeda dari pemerintahan SBY, pemerintahan Jokowi cenderung menerapkan kebijakan secara keras dan tegas. Indonesia lebih mengutamakan upaya menegakkan kedaulatan nasional dengan risiko mengindahkan norma global tentang HAM. Kedaulatan maritim Indonesia juga mengalahkan solidaritas regional ASEAN dengan tetap melanjutkan kebijakan itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline