Lihat ke Halaman Asli

Ludiro Madu

TERVERIFIKASI

Dosen

Seandainya Punya Hobi Menulis di Kompasiana, Anda Tidak Akan Merasa Gagal?

Diperbarui: 13 Februari 2021   13:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQkwfmtezOE78ANGGeFhUUiRwZ7W_kB9n25fQ&usqp=CAU

Benarkah judul di atas? Benar... sekali lagi 'seandainya'. Dengan kata itu, tulisan ini masih memberi ruang bagi anda yang tidak mempunyai hobi menulis di Kompasiana. Bisa jadi anda memiliki hobi menulis, namun di tempat lain, misalnya di koran, majalah, atau portal-portal online. Bisa juga menulis di Kompasiana secara rutin atau tidak rutin, teratur atau tidak teratur, tetapi anda menganggap kegiatan itu bukan merupakan hobi.

Arti kata 'hobi' secara sederhana merujuk pada kegiatan yang dijalankan dengan penuh kesenangan, tanpa rasa terbeban(i), apalagi merasa (di)rugi(kan).

Ada kalanya hobi menuntut komitmen, namun komitmen itu tidak perlu membuat hobi menjadi sebuah kewajiban yang harus dilakukan. Ketika hobi itu bersifat memaksa atau beresiko merugikan, apakah 'hobi' itu masih merupakan hobi yang menyenangkan?

Jauh sebelum pandemi hingga sekarang, saya secra kebetulan sudah menjalani kegiatan tulis-menulis. Menulis itu malah menjadi salah satu bagian penting dari pekerjaan selama ini sebagai pengajar di kampus.

Berbagai tulisan dalam bentuk hand-out kuliah, diktat, buku kumpulan tulisan, buku tulisan sendiri, paper-paper seminar, dan bentuk-bentuk tulisan lain telah menjadi bagian dari pekerjaan. Hampir semua itu dibuat atau ditulis untuk keperluan internal atau untuk mahasiswa sendiri.

Lalu, apa bedanya dengan menulis sebagai hobi? Pada awalnya saya kebingungan sendiri menjawab pertanyaan ini. Lalu, ketemu jawabannya, yaitu tulisan-tulisan di luar itu semua yang merupakan bagian dari pekerjaan.

Dengan pekerjaan, maka menulis merupakan bentuk dari kewajiban. Jika jabatan fungsional ingin naik, misalnya, maka salah satu kewajiban yang harus dilakukan adalah membuat tulisan sebagai salah satu bentuk kegiatan dari Tri Dharma Perguruan Tinggi.

Ini berarti bahwa tulisan saya yang bukan merupakan kewajiban pekerjaan adalah tulisan opini. Tulisan-tulisan itu dibuat untuk ditayangkan di koran dan portal media online. Itu semua berjalan hingga enam bulan pertama pandemi, walaupun tidak rutin seperti beberapa tahun yang lalu di satu-dua koran.

Namun demikian, pengalaman menulis opini untuk koran (harian atau majalah) dan media online itu ternyata membuat resah, khawatir, dan, kadang-kadang, marah. Rasa tidak enak itu berlangsung dua kali.

Pertama, ketika mencari ide yang hendak ditulis. Ide tulisan harus up-to-date dan opini harus sesuai dengan kebijakan koran atau majalah. Ada rasa khawatir apakah tulisan sesuai dengan itu semua atau tidak. Setelah dirasa sesuai, kita harus segera menuliskannya. Tulisan selesai dan segera dikirimkan ke redaksi.

Lalu, muncul rasa tidak enak kedua, yaitu resah apakah tulisan kita dimuat atau tidak. Setelah tulisan dikirim, ada godaan atau kebutuhan untuk mengetahui apakah tulisan itu dimuat atau tidak.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline