Pandemi dan vaksin telah menjadi dua kata paling penting yang 'mendampingi' kehidupan kita di sepanjang 2021 dan, mungkin, seterusnya. Kedua kata itu seolah racun dan madu ketika disatukan oleh Covid-19. Memakai madu (vaksin) untuk menghilangkan racun (Covid-19).
Vaksin sudah disuntikkan, namun penolakan masih saja terjadi di masyarakat. Pemerintah tampaknya perlu melancarkan edukasi secara lebih khusus dan masif kepada masyarakat. Belum semua warga Indonesia memahami manfaat signifikan dari vaksin dan ancaman Covid-19. Jadi, tantangan pemerintah ternyata tidak hanya berasal dari virus Corona atau Covid-19, namun juga dari kelompok masyarakat penolak vaksin.
Hingga saat ini, berbagai cara telah diupayakan agar kita mampu menghadapi pandemi melalui vaksin Covid-19. Tidak kurang pula upaya pemerintah sebagai pihak yang paling bertanggung jawab untuk melindungi seluruh warganya di batas wilayah nasional negara ini.
Namun demikian, pertambahan kasus positif COVID-19 di Indonesia sepertinya tidak pernah berhenti. Berkali-kali PSBB diberlakukan, angka positif tetap bertambah. Penerapan PPKM-vaksinasi virus Corona tampaknya tidak menghambat total kasus COVID-19 mencapai hampir 1 juta orang per hari ini (26/01/2021).
Program vaksinasi nasional dan gratis sudah dimulai 13 Januari lalu yang ditandai suntikan vaksin corona, buatan Sinovac Biontech, pertama kali kepada Presiden Jokowi dan para tokoh masyarakat di tingkat nasional dan daerah. Untuk tahap awal, hanya mereka yang termasuk kriteria tertentu saja yang menerima vaksin, di antaranya para pejabat, tenaga kesehatan, serta anggota TNI dan Polri.
Setelah gelombang pertama divaksin, tanpa adanya dampak negatif kepada mereka, seharusnya mengurangi atau menghilangkan keraguan masyarakat. Kenyataannya, masih saja ada kelompok masyarakat yang menolak untuk divaksin. Bahkan seorang politisi dari partai politik pengusung pemerintah pun menolak divaksin.
Saya pikir pemerintah perlu mengidentifikasi alasan-alasan penolakan itu, seperti takut jarum suntik, keamanan, efikasi, efek samping, dan isu-isu medis lainnya. Identifikasi ini akan menghasilkan peta persoalan yang perlu dicari solusinya untuk materi edukasi kepada masyarakat.
Bisa juga ada yang ingin mendapatkan vaksin selain Sinovac. Meskipun begitu, keinginan itu harus disertai dengan pemahaman masyarakat mengenai syarat-syarat penerima yang berbeda untuk setiap vaksin. Ada alasan psikis, medis, dan politis yang memerlukan pendekatan berbeda agar mereka bersedia divaksin.
Dalam edukasi tentang manfaat vaksin dan vaksinasi itu, partisipasi masyarakat menjadi sangat strategis. Pemerintah perlu mendorong perluasan partisipasi berbagai pihak dalam edukasi mengenai vaksin dan vaksinasi. Pemerintah perlu mengajak berbagai elemen masyarakat agar memahami arti penting vaksin dan bersedia divaksin.
Pelaksanaan program vaksin nasional secara langsung telah meningkatkan peran sentral pemerintah daerah (pemda). Pemda perlu mengajak masyarakat berperan dalam program ini. Ketika di tingkat nasional ada peran Badam Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), pemda perlu menggiatkan lagi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dalam program vaksinasi Covid-19.
Selain itu, pemerintah perlu memanfaatkan media sosial untuk meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai vaksinasi gratis ini. Hingga akhir 2019, pengguna internet di Indonesia mencapai 171 juta jiwa atau sekitar 64 persen dari keseluruhan jumlah penduduk, jaringan internet menjadi sangat penting untuk bisa dimanfaatkan pemerintah. Kampanye 'Saya Siap Divaksin' atau 'Indonesia Siap Divaksin' melalui twibbon di berbagai media sosial perlu mendapat apresiasi dan perlu dilanjutkan. Kemenkominfo dan Kemenkes bisa bekerjasama dalam pemanfaatan internet ini.