Perdagangan bebas melalui Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (Regional Comprehensive Economic Partnership/RCEP) sebenarnya merupakan salah satu bentuk nyata dari globalisasi ekonomi melalui pengurangan atau penghapusan hambatan tarif masuk di kawasan Asia Pasifik.
Satu minggu yang lalu, 15-22 November 2020, merupakan periode waktu yang sangat bersejarah untuk 15 negara di Asia Pasifik. 15 November 2020, mereka menyepakati kerjasama perdagangan bebas dalam kerangka RCEP dalam salah satu rangkaian konperensi tingkat tinggi (KTT) ke-37 Association of South East Asian Nations (ASEAN). Lalu, KTT Asia Pacific Economic Cooperation diadakan pada 20 November 2020 dengan Malaysia sebagai penyelenggaranya.
Dengan RCEP, aturan main perdagangan bebas mengenai berbagai produk barang dan jasa disepakati untuk dibebaskan dari tarif masuk di antara 15 negara di Asia Pasifik. Anggota utama RCEP meliputi 10 negara yang telah bergabung di ASEAN. Kenyataan ini menjadikan ASEAN memiliki peran sentral dalam pelaksanaan RCEP, khususnya berkaitan dengan skema Masyarakat Ekonomi ASEAN.
Sementara itu, APEC merupakan organisasi perdagangan bebas di kawasan Asia Pasifik juga dengan 21 negara anggota yang telah dibentuk sejak 1989. Secara umum dapat dikatakan bahwa RCEP dipandang mendukung visi negara-negara Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (Asia Pacific Economic Cooperation/APEC) dalam membentuk pasar bebas di kawasan Asia Pasifik.
Tulisan ini mencoba menjelaskan kaitan di antara ketiga lembaga atau aturan main pasar atau perdagangan bebas di kawasan ini. Tujuannya adalah memberikan pemahaman lebih baik mengenai perdagangan bebas yang disepakati 15 negara, termasuk Indonesia, termasuk manfaat dan potensi masalahnya.
Pertama, RCEP
Kesepakatan mengenai perdagangan bebas ini ditandatangani di sela-sela KTT ke-37 ASEAN. Kesepakatan ditandatangani para pemimpin Asia ketika sedang menghadapi ketegangan di Laut China Selatan (LCS) dan menangani rencana pemulihan ekonomi pasca-pandemi COVID-19 di kawasan. Pada saat yang sama, mereka juga dihadapkan pada persaingan AS-China telah meningkat. Seperti ditegaskan oleh Menteri Luar Negeri China Wang Yi (Dalam acara Global Town Hall 2020 yang diselenggarakan oleh Foreign Policy Community Indonesia (FPCI) dari Jakarta, Jumat (20/11/2020) bahwa pandemi tidak menjadi hambatan bagi pembentukan RCEP sebagai tren ekonomi dunia menuju ke arah globalisasi dan integrasi regional.
Di tengah kecenderungan kebijakan nasionalistik dari beberapa negara sebagai respon terhadap pandemi, keberhasilan RCEP ini diyakini menghidupkan kembali usaha menyatukan ekonomi di kawasan dan jalur perdagangan multilateral. RCEP juga dapat menjadi contoh baik bahwa suatu perjanjian dapat menguntungkan seluruh pihak dan kemitraan ini juga dapat menjadi dasar pembentukan Kawasan Pasar Bebas di Asia Pasifik (Free Trade Agreement for Asia Pacific/FTAAP).
Di bawah kerangka RCEP, 15 negara anggotanya dapat melakukan perdagangan bebas tarif yang mempermudah mobilitas barang di kawasan. Perjanjian RCEP cukup longgar untuk disesuaikan dengan kebutuhan negara anggota yang berbeda-beda struktur ekonominya, seperti Myanmar, Singapura, Vietnam, dan Australia. RCEP akan menyumbang 30 persen dari ekonomi global, 30 persen dari populasi global dan mencapai 2,2 miliar konsumen.
RCEP akan berlaku setelah cukup banyak negara peserta yang meratifikasi perjanjian di dalam negeri dalam dua tahun ke depan.
Kedua, ASEAN
ASEAN dapat dikatakan sebagai motor utama RCEP. Marty Natalegawa, Menteri Luar Negeri RI periode 2009-2014, menekankan bahwa RCEP merupakan inisiatif ASEAN, meski saat ini terkesan didominasi oleh China. Ide tentang RCEP muncul pada 2011, ketika Indonesia menjabat sebagai ketua ASEAN dan Marty menjabat sebagai Menlu RI. Tahap pertama negosiasi dimulai pada 2013 dan proses penyelesaiannya membutuhkan waktu hampir satu dekade hingga perjanjian tersebut akhirnya disahkan.
Penandatanganan RCEP diyakini mendorong ASEAN untuk terus mendukung upaya APEC membentuk pasar bebas di wilayah Asia Pasifik. Hal ini mengingat kekuatan ASEAN ada pada konektivitas dan ini jadi faktor yang berpotensi menghubungkan negara-negara di kawasan Asia dan Pasifik. Dalam RCEP dan APEC, maka ASEAN dapat menjalankan sentralitas dan menggunakan soliditasnya sebagai pemain utama dalam perdagangan bebas di kawasan ini.
RCEP meningkatkan komitmen ASEAN untuk memperluas kerja sama ekonomi dengan pihak lain di luar wilayah Asia Tenggara, yaitu China, Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Selandia Baru. Selain itu, ASEAN juga telah menyusun Master Plan on ASEAN Connectivity 2025. Rencana induk itu yang akan berfungsi sebagai panduan dan strategi dalam menghubungkan seluruh wilayah di kawasan, khususnya pada sektor perdagangan, ekonomi, dan investasi.