Konperensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-37 ASEAN (12-15 November 2020) ini menjadi sangat menarik untuk melihat kiprah diplomasi Indonesia, khususnya dalam merespon pandemi Covid-19, yang sering disebut dengan istilah 'diplomasi pandemi'. KTT ini diadakan secara virtual oleh Vietnam sebagai 'tuan rumahnya' dan ketua ASEAN pada tahun 2020 ini.
Pada lima tahun pertama pemerintahannya (2014-2019), Presiden Jokowi tidak terlalu memberikan prioritas pada ASEAN dalam politik luar negeri Indonesia. Namun pada pemerintahan lima tahun keduanya (2019-2024), Jokowi-Ma'ruf tampaknya lebih menempatkan ASEAN sebagai pilar strategis dalam kerjasama regional bagi Indonesia, terutama pada masa pandemi Covid-19 ini.
Selain itu, tidak ada lagi perdebatan tentang diplomasi Indonesia yang kurang berorientasi ke ASEAN atau lebih ke kerjasama bilateral. Fokus perhatian lebih diarahkan pada bagaimana Indonesia menggunakan ASEAN dalam merespon pandemi ini. Menurut saya, diplomasi pandemi Indonesia di ASEAN merupakan bagian penting dari kerjasama multilateral, termasuk dalam merespon pandemi Covid-19.
Faktor penyebabnya adalah bahwa ASEAN merupakan lingkaran konsentris terdekat dan utama dalam politik luar negeri Indonesia (PLNI). Indonesia berupaya lebih aktif melakukan diplomasi pandemi melalui berbagai macam kerjasama regional di tingkat ASEAN berkaitan dengan isu-isu kesehatan dan dampaknya terhadap sektor ekonomi.
Sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar dan catatan kasus Covid-19 yang tinggi, posisi Indonesia menjadi sangat strategis dan lebih aktif mendorong kerjasama kesehatan di ASEAN.
Dalam konteks itu, upaya melihat kembali diplomasi pandemi Indonesia di ASEAN dalam satu tahun ini menjadi penting. Persoalan dan capaian akan menjadi isu menarik, serta tantangan apa saja yang ada untuk peningkatan kerjasama regional di masa paska Covid-19.
Masalah besar
Ada dua persoalan besar di ASEAN yang perlu menjadi perhatian diplomasi Indonesia. Pertama, lemahnya otoritas ASEAN sebagai organisasi regional mengakibatkan kurangnya respon regional terhadap persoalan pandemi ini.
Sejak pandemi menyebar di Asia Tenggara hingga sekarang ini, ASEAN cenderung tidak memberikan inisiatif regionalnya, sehingga negara-negara anggota mengambil kebijakan nasional sendiri-sendiri tanpa ada aturan main bersama di ASEAN.
Karakteristik kelembagaan ASEAN yang intergovernmentalis tampaknya menjadi penyebabnya. Sifat kelembagaan ASEAN kurang memberikan keleluasaan untuk bergerak di lapangan merespon pandemi Covid-19 ini.
Sementara itu, kapabikitas ASEAN membentuk aturan main regional mengenai pandemi ini kurang dimanfaatkan secara maksimal. Akibatnya, ASEAN tampak 'diam' sejak masa pandemi menyebar hingga masa ketika berbagai negara berlomba menemukan vaksin.
Masalah kedua, ASEAN dihadapkan pada meningkatnya kepentingan nasional negara-negara anggotanya. Ketimbang merespon secara regional di tingkat ASEAN, ke-10 negara anggotanya lebih mengutamakan keamanan nasionalnya.