Lihat ke Halaman Asli

LUCKY NUGROHO

Dosen Universitas Mercu Buana

Liburan Panjang di Jakarta Terganggu, Hujan 2 Jam Bawa Banjir dan Tantangan Baru

Diperbarui: 29 Januari 2025   08:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Dokumen Pribadi

Liburan panjang yang seharusnya menjadi momen relaksasi dan rekreasi bagi masyarakat Jakarta, pada 28 Januari 2025, berubah menjadi ujian besar bagi ketahanan kota. 

Hujan deras yang mengguyur selama dua jam dari pukul 18.00 hingga 20.00 WIB menyebabkan banjir di berbagai wilayah, termasuk Green Garden, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, dengan genangan setinggi 30 sentimeter. 

Banjir ini tidak hanya mengganggu aktivitas masyarakat, tetapi juga menyoroti berbagai masalah mendasar, mulai dari tata kelola ruang, kerusakan lingkungan, hingga dampak sosial-ekonomi bagi warga kota.

Aspek Tanggung Jawab Pemerintah

Sebagai pihak yang bertanggung jawab atas mitigasi bencana, pemerintah DKI Jakarta memiliki peran penting dalam meminimalkan dampak banjir. Namun, realitas menunjukkan bahwa respons terhadap banjir ini masih menghadapi berbagai kendala:

  • Koordinasi Antarlembaga yang Lemah: Keterlambatan dalam tindakan darurat, seperti pemompaan air di wilayah yang tergenang, menunjukkan adanya celah dalam koordinasi antarinstansi terkait.
  • Pemeliharaan Infrastruktur yang Kurang: Banyak drainase dan kanal di Jakarta yang tersumbat akibat sedimentasi dan penumpukan sampah, yang seharusnya dapat dicegah melalui pemeliharaan rutin dan edukasi masyarakat.
  • Keterbatasan Sistem Peringatan Dini: Meskipun Bendung Katulampa telah mencapai status Siaga 3 pada sore hari, peringatan dini kepada warga di daerah hilir terkadang kurang tersampaikan secara efektif, yang menyebabkan kurangnya kesiapan masyarakat menghadapi banjir kiriman.

Tata Kelola Ruang yang Tidak Optimal

Perencanaan tata ruang Jakarta kerap menjadi sorotan karena dianggap kurang mendukung mitigasi banjir. Alih fungsi lahan resapan menjadi area terbangun, termasuk pusat perbelanjaan dan pemukiman, memperburuk kemampuan kota dalam menyerap air hujan. 

Proyek-proyek normalisasi sungai seperti Kanal Banjir Timur (KBT) dan Kanal Banjir Barat (KBB) memang telah dilakukan, tetapi dampaknya belum sepenuhnya dirasakan karena sistem drainase utama masih sering tersumbat. 

Hal ini diperparah oleh urbanisasi yang tidak terkendali. Penurunan kawasan hijau dan meningkatnya pembangunan di daerah tangkapan air telah mempersempit jalur aliran air alami menuju laut. 

Seiring dengan pertumbuhan kota, masalah ini semakin kompleks, membutuhkan solusi terintegrasi yang mencakup pelestarian kawasan resapan air dan pengendalian pembangunan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline