Lihat ke Halaman Asli

Lucky Maulana Azhari

Mahasiswa Dirasat Islamiyah, UIN Jakarta

Rusia vs Ukraina dan Realitas Fiksi Manusia

Diperbarui: 11 Maret 2022   00:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Doc. CNBC Indonesia


Perang masih menarik untuk dibicarakan. Namun, saya mesti disclaimer dulu di awal. Segala hal yang dapat menghilangkan nyawa manusia, maka kita harus mengambil sikap berlawanan terhadapnya.

Di tulisan singkat ini, saya ingin sedikit berkomentar mengenai perang yang sedang terjadi antara Rusia dan Ukraina. Bukan soal geopolitik keduanya, bukan juga soal dampak yang ditimbulkan akibatnya. Melainkan mengenai realitas fiksi yang berkembang dalam lingkaran perang ini.

Rusia saat ini disokong oleh fiksi-fiksi tentang Intervensi Kemanusiaan, dan Keseimbangan Kekuatan. Sehingga menurutnya, apa yang dilakukan pihaknya saat ini bukanlah Invasi, melainkan bentuk pertahanan diri atas NATO serta upaya menyelamatkan orang-orang Rusia dari fasisme yang berkembang di Ukraina. 

Ada sekira 17% Etnis Rusia yang hidup di Ukraina, yang merasa dirinya mengalami diskriminasi sampai kejahatan genosida. Hal itu dibuktikan dengan adanya aturan setempat yang melarang mereka (Etnis Rusia) untuk menggunakan bahasa etnis mereka, dalam hal ini Bahasa Rusia.

Sementara NATO, saat ini disokong oleh fiksi-fiksi tentang Stabilitas Global dan Keamanan. Sehingga menurutnya, apa yang dilakukan pihaknya saat ini bukanlah  bentuk pelanggaran perjanjian untuk tidak menyebarkan kekuasaan ke wilayah eropa timur, melainkan bentuk perlindungan terhadap Ukraina atas kekejaman Rusia. Yang padahal sebelumnya apa yang dilakukan NATO juga sama, Di Kosovo misalnya, dalihnya sama yakni intervensi kemanusiaan atas agresi Serbia terhadap komunitas Albania di Kosovo. Dan seperti halnya Rusia, agresi militer kampanye brutal itu dilakukan tanpa persetujuan PBB.

Saya tidak sedang menjustifikasi benar dan salah, mana yang harus dibela dan mana yang tidak. Namun satu hal yang pasti, kapitalis industri persenjataan sangat diuntungan atas pecahnya perang Rusia vs Ukraina sekarang ini.

Alih-alih mengukuhkan posisi di antara keduanya, saya justru lebih tertarik terhadap bagaimana realitas fiksi bermain, bagaimana orang-orang mempertahankan fiksinya masing-masing. Kemudian karena realitas fiksi itu, manusia menjadi begitu superior, yang karenanya pula manusia bisa saling bunuh-membunuh.

Mari kita menilik bagaimana realitas fiksi bekerja dalam kehidupan manusia. Pernahkah kita memperhatikan lalu lintas di jalan raya? Mungkin terlihat sederhana, yakni berisi sekumpulan kendaraan yang berlalu lalang. Akan tetapi misalkan saya bertanya kenapa lalu lintas di jalan raya bisa berjalan normal? Kenapa nggak keos?

Jawabannya, karena pengemudi kendaraan masing-masing memiliki realitas fiksi yang sama untuk dipercayai. Meskipun sebetulnya yang dilihat hanya realitas objektif berupa lampu berwarna merah, kuning dan hijau. Akan tetapi masing-masing pengemudi memiliki imajinasi yang sama tentang lampu yang berwarna merah, kuning dan hijau tersebut. 

Bagaimana merah berarti berhenti, kuning hati-hati, serta hijau penanda terus jalan. Nah, imajinasi itulah yang akhirnya disebut realitas fiksi. Sehingga karena realitas fiksi itulah manusia kemudian bisa bekerjasama secara fleksibel dan dalam cakupan yang besar.

Pertanyaan selanjutnya, mengapa manusia memiliki daya untuk bekerjasama secara fleksibel dan dalam cakupan yang besar?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline