Lihat ke Halaman Asli

Lucky Reza

Mahasiswa Universitas internasional Semen Indonesia

Film Dokumenter "A Plastic Ocean" Menumbuhkan Sikap Peduli Lingkungan kepada Masyarakat

Diperbarui: 2 Desember 2020   15:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Fenomena sampah plastik pada film documenter "A Plastic Ocean" yang berisi pencemaran laut dan menampilkan realitas bahwa begitu banyak sampah plastik yang masuk ke dalam lautan, merusak rumah bagi penghuni laut, mengubah rantai makanan, hingga menyebabkan kematian binatang laut akibat sampah plastik yang terjadi di perairan dunia dan akibatnya terhadap keberlangsungan makhluk hidup di alam. Dalam film A Plastic Ocean menyadarkan semua masyarakat pada lingkungan dan memunculkan sikap peduli lingkungan serta memberikan gambaran pada penonton bahwa sampah plastik dalam jangka panjang akan menyebabkan kerusakan lingkungan yang berdampak buruk bagi makhluk hidup dan kesehatan.

Berawal dari seorang jurnalis bernama Craig Leeson yang ingin mencari paus biru yang sulit ditangkap namun menemukan berbagai permasalahan yang timbul akibat sampah plastik. Mulai dari paus yang mati akibat menelan plastik dengan lebar 6 meter persegi hingga tidak bisa makan dan mengalami kekurangan gizi, burung laut yang juga turut menjadi korban akibat sampah plastik yang mengambang di lautan, serta kura-kura tempayan yang tidak bisa menyelam akibat ada sejumlah plastik di perutnya yang menghasilkan gas.

Kejadian tersebut diakibatkan oleh sampah plastik yang masuk ke lautan sehingga disalahpahami oleh ikan, kura-kura, dan binatang laut lainnya sebagai ubur-ubur atau makhluk hidup lain yang bisa dimakan. Hal ini mengakibatkan berubahnya rantai makanan di laut. Banyaknya sampah plastik di laut disebabkan oleh penggunaan plastik yang berlebih seperti penggunaan sedotan, kemasan makanan, dan peralatan rumah tangga yang terbuat dari bahan plastik, sampah yang dibuang ke sungai lalu mengalir ke lautan, hingga microbeads yaitu bahan yang biasa digunakan pada sabun cuci muka, pasta gigi, dan alat kosmetik lainnya. Penyebab yang lebih parah lagi adalah sinar ultraviolet, gelombang laut, dan garam yang menjadikan plastik pecah dan menjadi potongan-potongan kecil atau disebut "microplastics" yang jauh lebih berbahaya.Tidak hanya membahayakan bagi hewan tentunya akibat dari sampah plastik ini juga membahayakan manusia.

Dari sudut pandang aktivis lingkungan ataupun dari penonton setelah melihat film dokumenter tersebut bahwa hal tersebut akan membahayakan tatanan ekosistem laut, seperti pada fenomena sampah plastik yang terjadi di perairan Sri Lanka. Di Laut yang telah di tutup selama 40 tahun. Terlihat sampah berada di permukaan laut. Sampah yang mengambang berupa keranjang plastik, botol,oli,sandal. Pengelolaan sampah plastik sangat diperlukan untuk menjaga keseimbangan alam. Manusia yang ada di bumi sudah semestinya memiliki kesadaran akan lingkungan dan mengelolanya sebaik mungkin sehingga terjadi keselarasan dalam alam antara manusia dan komponen yang ada di dalam lingkungan seperti hewan dan tumbuhan. 

Upaya pengelolaan lingkungan sangat diperlukan untuk menjaga keseimbangan alam. Film ini memberikan gambaran dan pengetahuan pengelolaan sampah dari berbagai negara yang dapat ditiru dan sebagai wawasan terhadap lingkungan, seperti mengenai bioremediasi dan fitoremediasi upaya pengelolaan lingkungan untuk kembali seimbang dengan bantuan mikroorganisme dan tumbuhan.Fenomena sampah plastik sangat memprihatinkan jika dibiarkan terus menerus akan terjadi kerusakan lingkungan dan terganggunya keseimbangan ekosistem laut karena dapat merubah rantai makanan dan memunculan berbagai dampak / permasalahan seperti :

- Lumba-lumba yang terjerat plastik, kura-kura yang terlilit  oleh jaring dan kura-kura yang mengira plastik     yang   melayang sebagai makanan.

- Keadaan isi perut burung laut tersebut berupa potongan sampah-sampah plastik setelah dihitung  ada 234 lembar plastik dan ketika di timbang 15% dari massa tubuh burung tersebut adalah plastik.

- Ikan yang mengandung microplastic ketika di konsumsi oleh manusia akan berdampak buruk bagi kesehatan.

- Racun yang menempel pada plastik masuk ke aliran darah ikan yang dikonsumsi manusia akan menyebabkan kerusakan organ tubuh manusia.

Dengan adanya berbagai dampak permasalahan di kawasan perairan tersebut manusia sebagai pengelola lingkungan hendaknya tidak acuh dengan masalah tersebut dan berusaha menumbuhkan sikap dan perilaku yang peduli terhadap lingkungan sehingga terjadi keseimbangan hidup di alam raya. Sebagai upaya mencegah kerusakan lingkungan kita  harus tidak membuang sampah plastik sembarangan, meminimalisisr penggunaan plastik, mendaur ulang sampah plastik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline