Keagungannya tak kalah dengan Gunung Rinjani di Lombok. Dia berada di Desa Moni, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur. Untuk mencapai ke sana, kamu harus melakukan perjalanan selama satu setengah jam dari Ende dengan menggunakan bus menuju Maumere. Atau bisa menyewa mobil travel, hanya saja biaya lebih mahal. Moni sendiri adalah sebuah desa kecil yang cukup asri. Hamparan sawah hijau mengelilingi rumah-rumah penduduk yang berada di kaki gunung. Hawanya sejuk, berbeda dengan sebagian besar daerah di Flores yang panas. Dari desa Moni, kamu harus melakukan perjalanan sepanjang 12 km untuk mencapai kaki gunung itu dengan menyewa motor yang disediakan oleh banyaknya penginapan di Moni. Lalu setelahnya perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki selama kurang lebih satu sampai dua jam.
Kebanyakan orang yang datang ke gunung itu, memulai perjalanannya dari subuh. Alasannya agar bisa melihat matahari terbit. Karena kalau terlambat sedikit, kabut datang dihalau oleh sang surya. Dan kamu akan kehilangan momen indah itu.
Kalau kamu datang sendiri, jangan kawatir. Karena di setiap penginapan dipastikan menawarkan jasa pemandu. Masyarakatnya pun ramah-ramah. Mereka selalu memberikan senyum dan sapa terbaik. Sangat tulus.
Dia memiliki tiga kawah dengan warna yang berbeda-beda. Dan sewaktu-waktu warna tersebut bisa berubah karena ada zat kimia yang terkandung di dalamnya. Sinar matahari pun turut andil dalam perubahan tersebut. Ada yang bilang kawah-kawah itu berwarna putih, hijau, dan biru. Sebagian lain berkata hitam, hijau zamrud, dan merah. Belakangan menjadi hitam, hijau kebiruan, dan biru menuju hitam.
Danau-danau tersebut memiliki legenda yang dipercaya oleh masyarakat adat Ko’onara, penduduk suku asli gunung tersebut. Ko’onara sendiri merupakan keturunan dari Lio, suku yang tersebar hampir di wilayah Ende. Konon, danau tiga warna itu dijaga oleh burung arwah yang berbeda-beda. Ada Tiwu(kawah) Nua Muri Koo Fai, yang dijaga oleh burung arwah para bayi dan anak muda. Arwah yang belum memiliki dosa. Dia berwarna hijau. Lalu ada Tiwu Ata Polo, kawah berwarna hitam yang dijaga oleh arwah-arwah jahat. Dan terakhir, yang mendiami puncak teratas adalah Tiwu Ata Mbupu. Kawah ini dijaga oleh burung para nenek moyang, arwah orang-orang suci dan bijaksana. Kamu harus berjalan menanjak lagi dari posisi dua sebelumnya untuk mencapai kawah berwarna putih itu.
Dan sepertinya sang surya sudah berada tepat di atas kepala. Teriknya akan menuntun kamu untuk meninggalkan kawah tiga warna yang cantik itu. Biarkan burung-burung bekerja, terbang di atas arwah yang dijaganya. Dan kamu akan pulang dengan membawa kenangan indah. Sambil berharap semoga bisa bejumpa kembali dengannya. Dia bernama Kelimutu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H