***
"Wake up, Mom !" Teriak Inge berulang-ulang sambil mengguncangkan badan mamanya yang terjatuh tiba-tiba, sambil menangis tanpa henti. Pikiran mendadak buntu harus berbuat apa. Karena di rumah hanya mereka berdua dan seorang asisten rumah tangga yang tidak full sehari bekerja untuk mereka. Hanya satu orang yang bisa Inge hubungi disaat genting seperti ini. Minimal bisa membuat hati dan pikirannya tidak buntu.
"Yes, sweetheart are you there..." Jawab suara diseberang ponsel, ketika Inge menghubungi dengan kode negara +41
"Ya, daddy...Mama tiba-tiba jatuh dikamar sebelum berangkat ke kantor pagi ini..." Ujar inge disela isak tangisnya
"Tenang Inge...Everything will be fine..."Suara diseberang ponsel yang ternyata ayahnya "You call ambulance RS terdekat segera, atau kalau Inge sanggup bawa sendiri, minta tolong Bibi ijah temeni Ok ?" Lanjut ayahnya menenangkan Inge
Inge mengangguk dan langsung berlari ke teras rumahnya memastikan apakah si Bibi Ijah sudah datang. Kebetulan si Bibi Ijah sedang menutup pagar halaman rumah Inge sambil sedikit tergesa-gesa, karena Inge telah mengirimkan WA agar dia datang lebih pagi karena mamanya sakit.
"Bibi...buruan..." Tangan Bibi Ijah langsung ditarik Inge menuju kamar mamanya
"Sabar non...Bibi ambil jahe dulu ya buat bikin minuman." Ujar Bibi Ijah "Siapa tau si Ibu masuk angin kadaluarsa."
"Gimana mau dikasih minum Bik...mama pingsan dan gak bangun-bangun dari tadi, kita harus bawa ke RS sekarang." Jawab Inge
"E...eee...iya..iya...yukkk non." Bibi Ijah makin gugup melihat Inge yang panik dan terus menangis