Manusia menghirup udara untuk melangsungkan respirasi di dalam paru-paru dimana Oksigen (O2) bertugas didalamnya. Di setiap nafas tersebut, tidak hanya Oksigen yang masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan, tetapi berbagai gas lainnya termasuk Metana meskipun dengan porsi yang sangat sedikit. Zeppelin Observatory dibawah naungan Pemerintah Norwegia merilis laporan pengamatannya selama tujuh tahun yang menunjukkan terjadi peningkatan konsentrasi Metana di Benua Artik
Metana atau CH4 merupakan senyawa kimia sederhana, dengan molekul Karbon sebagai pusatnya yang dikelilingi atau diikat oleh empat molekul Hidrogen. Meskipun bukan salah satu gas utama di atmosfer, namun faktanya gas ini merupakan senyawa organik paling banyak di Bumi. Gas yang memiliki sifat tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa, tentu sulit diketahui keberadaannya dengan indera manusia.
Struktur Molekul Metana
Metana juga merupakan komponen utama dari gas alam yang berada jauh di bawah permukaan Bumi yang terproduksi melalui siklus biologis makhluk hidup jutaan tahun yang lalu. Dengan komponen penyusun yang sederhana, peneliti di laboratorium dengan mudah melakukan sintetis gas ini sehingga keberadaannya tidak hanya bergantung pada gas alam yang lambat laun dapat habis.
Keberadaannya di bawah permukaan bumi tentu tidak membuat khawatir para peneliti karena jika berada di atmosfer akan menimbulkan dampak negatif pada perubahan iklim. Para peneliti menggunakan skala metrik yang disebut Global WarmingPotential (GWP) untuk membandingkan bagaimana 1 ton gas yang terperangkap di atmosfer bumi dengan gas CO2yang telah menjadi tolok ukur pemanasan global sejak lama. Berdasarkan Intergovernmental Panel on Climate Change(IPCC) metana memiliki GWP sebesar 86 yang artinya 86 kali lebih berbahaya dibandingkan CO2.
Berasal dari alam, manusia hanya mampu merekayasa apa yang telah alam berikan. Keberadaan Metana di dalam perut bumi jika tidak dieksploitasi tidak akan memberikan nilai tambah bagi umat manusia. Namun ternyata, teknologi baru selalu diikuti dengan dampak negatif setelahnya. Menurut badan perlindungan Amerika Serikat, Environmental Protection Agency (EPA), Metana menyumbang sepuluh persen dari emisi gas rumah kaca dari berbagai aktivitas manusia seperti sistem gas alam yang rentan terjadi kebocoran, tempat pembuangan sampah, penambangan batu bara, bahkan pengelolaan pupuk dapat menyumbang emisi gas ini. Namun, disaat yang sama Metana merupakan sumber bahan bakar yang penting untuk menghasilkan energi yangmenghasilkan lebih sedikit gas rumah kaca ketika ia dibakar dibandingkan energi fosil seperti minyak dan batu bara.
Metana telah menjadi sumber energi utama di berbagai negara untuk saat ini, khususnya di Amerika Serikat. Berdasarkan data badan administrasi energi Amerika, negara tersebut memperoleh 29% energinya yang berasal dari gas alam pada tahun 2015. Disisi lain, penggunaan batu bara untuk membangkitkan energi di negara adidaya tersebut hanya 16%.
Berasal dari gas alam, Metana tidak dikelompokkan dalam kategori energi terbarukan. Namun dilihat dari manfaatnya hingga sekarang, potensi pengembangan sumber energi terbarukan berbasis renewable gas masih membuka banyak peluang.
Dari yang berbagai aktivitas manusia yang dianggap merugikan lingkungan bertahun-tahun yang lalu, telah berkembang ilmu pengetahuan untuk meminimalisir dampak tersebut bahkan memberikan nilai tambah yang jauh lebih besar. Aktivitas manusia maupun makhluk hidup lain seperti hewan pada sektor peternakan, menghasilkan gas yang disebut biogas karena berasal dari siklus biologis langsung makhluk hidup. Gas ini berasal dari fermentasi mikroba yang mengubah zat atau nutrisi didalamnya menjadi berbagai senyawa karbon termasuk Metana.
Gas metana