Niat Pemerintah mungkin baik dengan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) merujuk pada Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN).
Namun Permenaker No 2 Tahun 2022 banyak menuai kontroversi lantaran membuat JHT hanya bisa dicairkan saat peserta memasuki masa pensiun yaitu 56 tahun. Selain saat usia pensiun, JHT hanya bisa diklaim bagi pekerja yang mengalami cacat total tetap, dan meninggal dunia (untuk ahli waris).
Hal ini sangat disayangkan karena sebagian peserta JHT merasa bahwa manfaat JHT itu sendiri tidak lagi terletak pada situasi hidup peserta, namun terlebih kepada mengamankan jaminan hari tua ketika memasuki usia 56 tahun
Sebagian peserta JHT berpendapat bahwa JHT mereka harusnya bisa dipergunakan saat mereka benar - benar membutuhkannya dalam perjalanan hidup justru dalam usia produktif. Saat mereka tidak lagi bekerja pada perusahaan JHT mereka harusnya bisa dicairkan untuk menopang hidup selama dalam proses pencarian pekerjaan baru ataupun dalam proses memulai suatu usaha.
Tanpa bermaksud mendahului kehendak Tuhan, Berdasarkan data terbaru dari Badan Pusat Statistik RI, angka harapan hidup masyarakat Indonesia pada tahun 2019 adalah 73,3 tahun bagi wanita dan 69,4 tahun bagi pria. Data tersebut didapat dari rata-rata angka harapan hidup pada tiap provinsi di Indonesia yang berjumlah 34 provinsi, lalu untuk apakah JHT itu dipergunakan?
Penulis juga melihat bahwa Pemerintah terlalu jauh memikirkan jaminan hari tua di usia 56 tahun, sementara tidak ada jaminan mendapatkan pekerjaan diusia produktif sebelum diusia 56 tahun bagi peserta, mereka tetap harus berupaya sendiri mencari lapangan pekerjaan, jika beruntung mereka akan dapat pekerjaan, dan jika tidak? Siapa yang bertanggung jawab atas hak hidup mereka.?
Usia 56 tahun menurut penulis adalah usia menjelang berakhirnya hidup mengacu pada usia rata rata manusia Indonesia. Mereka tak seharusnya lagi butuh JHT, namun perhatian dan kasih sayang keluarga sebagaimana manusia diciptakan sebagai mahluk sosial. Hal itu tidak boleh dilupakan dan membuat manusia menjadi sombong seolah yang paling tahu apa yang pasti dibutuhkan seorang manusia diusia 56 Tahun.
Penulis berharap peraturan menteri ini dikaji kembali kemanfaatan maksimalnya, untuk dapat dipergunakan oleh pesertanya saat benar benar dibutuhkan menyambung hidup mereka sampai mereka bisa mendapatkan pekerjaan yang baru maupun penyambung hidup dalam proses memulai suatu usaha.
Alasan perlu dikaji adalah jika seseorang peserta yang sudah 10 tahun bekerja dan akhirnya adanya pemutusan hubungan pekerjaan. Pemerintah belum bisa menjamin bahwa seseorang itu pasti dapat pekerjaan, dan pemerintah juga belum menjamin kehidupan peserta selama proses mereka menganggur ataupun dalam proses memulai usaha.
Jika ada JHT mereka yang ternyata harusnya bisa dipergunakan, maka biarkanlah itu peserta dapat Klaim untuk bisa dapat manfaat maksimal diwaktu yang tepat. Karena sejatinya Mungkin saja itu dapat sebagai penolong dan titik tolak bangkitnya kembali kehidupan mereka. Daripada hanya bisa dicairkan setelah mereka tidak lagi mampu menikmati dan mempergunakan JHT tersebut pada manfaat maksimalnya.
JHT harus kembali kepada manfaat maksimalnya, bukan berpaku pada jumlah usia jelang pensiunnya. Sesuatu yang dipakai pada waktu yang sangat tepat, maka nilainya akan bertambah berkali kali lipat yang mungkin tidak bisa selesai dengan hitungan matematika.