Semua pemilu sejak tumbangnya orde lama saya ikuti tanpa keyakinan bahwa para pemimpinnya mampu memperbaiki nasib bangsaku. Penyebabnya tak lain karena sejak awal saya telah membaca tulisan Bung Hatta bahwa korupsi di Indonesia , telah menjadi kebudayaan.
Namun sejak bapak SBY menjadi presiden saya berusaha menumbuhkan kepercayaan kepada pemimpin kita bahwa mereka-mereka yang kini "nongkrong" di atas paling tidak yang bertengger di dekat kekuasaan mampu menghidupkan kembali hati nurani yang telah lama laten. Apalagi presiden SBY berhasil meyakinkan pendengarnya , paling tidak saya, bahwa kini korupsi sedang dibasmi terus-menerus. Tetapi nyatanya koruptornya tidak pernah habis. Sehingga saya agak frustasi dengan pemilihan umum tahun 2014, bahkan berpikiran untuk tidak mencoblos.
Iseng-iseng saya tanya sana-sini tentang pencoblosan di hari hak. Informasi yang ingin saya ketahui adalah . Apakah didesa saya semangat mencoblos masih tinggi . Sekelompok warga desa berkata bahwa "Saya mau mencoblos kalau ada yang mengongkosi ! Di kelompok lain juga demikian . Singkatnya , menurut saya warga sudah kurang mempercayai kejujuran pemimpin mereka. Ketika saya sedang terhenyak dengan sikap mereka , tiba-tiba saya mendengar suara yang lain dari yang lain. Begini Kalau partai-partai dan para caleg ingin terpilih menang dalam pemilihan maka mereka harus berani mengongkosi warga waktu berjalan ke TPS (yang jauhnya ada di sebelah rumah mereka )
Hasilnya luar biasa dimana-mana saya menemui banyak orang berkeliling dukuh dan kampung mengajak mereka mencoblos dan jangan golput karena ada ongkosnya alias dapat uang. Dan itu berarti partai yang miskin, yang sok idealis, caleg yang hidupnya pas-pasan jangan harap terpilih. Jangan lagi orang lain Istrinyapun tidak memilihnya. Dan para penguasa dari desa sampai Kabupaten boleh bangga dan merasa aman-aman saja karena semangat memilih warganya sangat tinggi . "serangan fajar" tidak ada dan tidak perlu . Malahan bagi warga yang pandai merayu. mereka bisa mendapat uang dan kaos partai sampai lima lembar. "Lumayan bisa dipakai untuk mencangkul di sawah." kata mereka. Herannya saya juga terkena imbasnya yaitu saya ikut bergairah mencoblos padahal semua partai dan orang-orang penjaja kaos takut menemui saya. Inilah opini pemilu yang paling menggelikan saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H