Lihat ke Halaman Asli

Anak Kecil dan Kue Coklat

Diperbarui: 26 Februari 2016   13:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Menguping

Ada seorang anak kecil berteriak-teriak sama ibunya. Ini kira-kira isi dialog mereka :
Anak :"Mamah, ini apa?"
Ibu      : "Ini kue"
Anak : "Kue apa?”
Ibu      : "Kue coklat."
Anak : "Hah? Kue coklat?"
dan seterusnya sang anak terus menerus menanyakan kue bodoh itu yang oleh kita semua ya, masa bodoh. Untuk apa mengurusi kue bodoh itu?

De Javu rasanya saat mengamati hal tersebut. Dibalik pertanyaan bodoh tersebut, terdapat suatu perasaan yang dirasakan seluruh anak kecil pada umumnya. Rasa ingin tahu dan rasa penasaran yang menyelimuti seorang anak kecil. Selalu menanyakan segala hal, sebodoh apapun hal tersebut, bahkan sebuah kue.

Anak Kecil yang Menurun "Perkembangan"-nya

Walaupun secara umum setiap anak mengalami masa-masa ingin tahu, saat tumbuh dewasa rasa ingin tahunya dan rasa penasarannya seakan hilang ditelan bumi. Rasa ingin tahu dan penasaran terhadap hal-hal di sekitar mereka berkurang. Contoh paling mudah adalah ketika masa pendewasaan terutama pada masa-masa SMP dan SMA dimana siswa-siswi kebanyakan sangat tidak kritis dalam menanggapi banyak hal.

Seorang anak kecil, penuh rasa ingin tahu dan membuat pertanyaan-pertanyaan dari hal-hal kecil yang kritis. Ketika beranjak dewasa, sudah seharusnya makin kritis dan berkualitas pertanyaannya, bukan malah makin tidak bertanya.

Pengamatan

Sebagai seorang siswa SMA rasanya jarang sekali mendengar ada orang bertanya baik di kelas maupun di luar kelas mengenai hal-hal sekitar yang terlihat  biasa saja atau mungkin kurang menarik dan cukup bodoh untuk dipertanyakan seperti halnya sebuah kue. Yang terburuk ketika merasa seakan sudah tahu semuanya dan menjadi sok tahu.

Kebanyakan merasa hal-hal tersebut kurang perlu perhatian dan tidak penting sehingga tidak diperhatikan sama sekali. Tentu saja sikap ini lama kelamaan akan mematikan rasa ingin tahu dan menimbulkan sikap cuek dan ketidakpekaan. Jika sikap ini yang dikembangkan, maka pada akhirnya tidak akan jauh berbeda dengan “sikap” sebuah robot. Dimana robot hanya  mengolah, memproses dan memberikan respon sesuai dengan pembuatnya tanpa bisa berpikir secara kreatif, inovatif dan cerdik.

Proses yang Dialami

Sepertinya ada yang tidak beres dalam proses pertumbuhan dan perkembangan terutama secara psikologis dan mental bukan kognitif dan akademis saja sehingga mengakibatkan seseorang menjadi tidak suka bertanya. Mungkin proses yang dilalui adalah proses yang tidak mendukung perkembangan rasa ingin tahu dan bahkan mematikan rasa ingin tahu. Tentu kita tahu proses yang buruk akan memberikan hasil yang buruk pula.

Bagaimana tidak buruk, seorang anak yang ingin tahu dan suka penasaran tumbuh menjadi seorang yang tidak memiliki keingintahuan dan penasaran. Mungkin proses dalam pendidikannya, atau proses dalam lingkungan masyarakat, pergaulan dan mungkin keluarga. Yang pasti, dalam berproses ada yang bermasalah.

Bertanya itu Berpikir

Pertanyaan yang kritis dan cemerlang butuh pikiran yang cemerlang pula dan bertanya adalah berpikir. Tapi tanpa berpikir, manusia itu "mati" (Cogito ergo sum, artinya “Saya berpikir maka saya ada”). Berarti jika tidak bertanya, maka manusia sejatinya adalah "mati". Mati dalam artian jiwa berpikirnya sudah tidak ada.

Untuk itu diperlukan sebuah perubahan, sebuah Revolusi Pendidikan. Sebuah revolusi cara pandang dan cara berpikir, perubahan pondasi dasar manusia dalam berpikir.

Membawa Perubahan

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline