Tak seperti tahun-tahun sebelumnya, perdebatan mengenai Valentine's Day itu haram atau tidak, tak terlalu terdengar gaungnya pada tahun 2017 ini. Mungkin ini meruakan efek dari hectic-nya suasana jelang pemilihan kepala daerah (pilkada) di sejumlah daerah yang dilaksanakan sehari sesudah peringatan hari kasih sayang, 15 Februari 2017.
Kali ini saya tidak akan fokus ke sana, tetapi sekadar membagikan pengalaman menikmati hari kasih sayang yang pernah dilakukan. Tulisan ini sekaligus menjawab pertanyaan sejumlah teman perihal, “Apakah kamu merayakan Valentine's Day?”
Saya pribadi tidak merayakan Valentine's Day karena tidak ada penjelasan di Alkitab bahwa ini merupakan sebuah peristiwa yang harus dikenang maupun dirayakan. Sementara jika menilik sejarahnya, ada sejumlah kisah yang melatarbelakangi peringatan tersebut. Perihal kebenarannya, saya pribadi tak berani memastikannya.
Namun jika memandangnya dari sudut pandang yang lain, yakni proses pemaknaan, saya mengaku turut memaknainya. Seringkali gereja sekaligus pendeta memanfaatkan momentum hari kasih sayang ini menjadi tema dalam penyampaian khotbahnya, baik dalam ibadah umum maupun ibadah kaum muda dan remaja. Dalam ibadah umum, pendeta kerap menyampaikan firman Tuhan perihal mengasihi Tuhan, keluarga dan sesama. Sementara dalam ibadah kaum muda dan remaja, pendeta mengingatkan generasi penerus tersebut dalam mencari dan menemukan pasangan hidup.
Rabu malam 15 Februari 2017, saya menghadiri sebuah ibadah doa bertajuk Pekan Keluarga di gereja. Dikemas lebih santai dibandingkan ibadah doa biasanya, gedung gereja dihias dengan balon berwarna merah dan aneka tanaman untuk membuat jemaat lebih bersemangat dan menikmati suasana malam itu. Seorang pemuda dan pendeta berjiwa muda membawakan acara yang banyak diisi permainan itu dengan luwes,
Tema yang diangkat membuat jemaat yang hadir harus berkumpul dengan keluarga masing-masing untuk menyelesaikan permainan yang sudah disiapkan. Sementaraa jemaat yang hadir sendiri, diminta berkumpul dan berkelompok dengan anggota masing-masing tim adalah tiga orang. Tiga permainan yang diikuti adalah teka-teki silang, berpasangan dan mengikuti gerak partner-nya ibarat cermin dan tebak pertanyaan tentang Alkitab.
Setelah semua permainan dilakukan dan setiap keluarga dipastikan mendapat minimal satu hadiah berupa makanan ringan maupun minuman, tiba saatnya pendeta menyampaikan khotbah mengenal kasih sayang dalam keluarga. Setelah firman Tuhan diberitakan dalam durasi sekitar 20 menit, pendeta memberikan kesempatan kepada setiap keluarga untuk berdoa bersama. Para pemimpin rumah tangga diminta mendoakan istri dan anak masing. Sementara mereka yang datang seorang diri ke gereja, dapat saling mendoakan maupun berdoa secara perseorangan.
Saya jadi teringat ketika masih menjadi pelajar dan mahasiswa. Setiap mendekati peringatan Valentine's Day, semua persekutuan pemuda yang saya ikuti selalu menyelipkan “sesuatu”, di antaranya tema soal pasangan hidup dan ajang tukar kado.
Tak dapat dipungkiri, tema tersebut selalu laris manis pada momentum hari kasih sayang. Sudah bisa membayangkan gambaran pesan yang disampaikan, tak heran jika anak-anak muda berbondong-bondong menghadiri kebaktian tersebut. Sementara kegiatan tukar kado juga diminati sebagai kesempatan berbagi kasih, dengan nominal yang cukup terjangkau bagi anak muda.
Dan saya termasuk satu di antara generasi muda yang menikmati rangkaian acara dalam rangka hari kasih sayang tersebut. Melalui peringatan sederhana tersebut, saya kembali diingatkan untuk mengasihi orang-orang di sekitar, terutama keluarga dan teman-teman. Kasih sayang itu tak hanya diungkapkan dan dibagikan saat peringatan Valentine's Day, tetapi juga setiap saat.
Kediri, 17 Februari 2017