Kalau pada tulisan sebelumnya, saya sudah membahas penampilan keempat musisi Bandung Philharmonic dalam konser bertajuk “Seri Musik Kamar: Wind”, Senin malam 9 Januari 2017, kali ini saya ingin mengulas permainan dua seniman lainnya dan komposisi yang mereka dibawakan pada sesi kedua.
Seakan belum puas memanjakan telinga para penonton dengan alat musik tiup di di Institut Français Indonesia (IFI) Bandung, audiens disuguhi “perkawinan” antara bassoon dan piano. Dua musisi dari negara berbeda yang memainkannya, yakni Leyla Zamora dari San Diego dan Airin Efferin dari Indonesia.
Airin memuji Leyla sebagai pemain bassoon yang uedan, demikian disampaikannya melalui akun Facebook pribadinya. Konteks uedan atau gila di sini, saya pandang dalam batasan yang positif, yakni sebagai bukti kekaguman.
Pertemuan keduanya berawal dari sebuah festival di Apple Hill, Amerika, Juli 2016. Saat itu, Leyla menjadi pengajar di sana. Ternyata, wanita yang pernah tergabung dalam Memphis Symphony Orchestra itu sangat ingin terlibat dalam perkembangan musik di Bandung. Bahkan supaya bisa bermain bersama Bandung Philharmonic bulan ini, ia rela mengambil cuti San Diego Symphony. Luar biasa, bukan?
Sebelum berbicara tentang penampilan kedua musisi ini, kita akan sama-sama mengenal lebih dekat alat musik bassoon. Kata ini berasal dari bahasa Inggris, yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan kata “fagot”. Mengutip Kamus Besar Bahasa Indonesia, fagot adalah alat musik tiup dengan ujungnya berupa lembar tipis rangkap yang suaranya besar dan berfungsi sebagai instrumen bas.
Berhubung dalam orkestra, para musisi jarang (bahkan saya tak pernah menemui mereka) menggunakan istilah “fagot”, kita akan gunakan istilah yang normal saja. Bassoon. Alat musik yang terbuat dari kayu itu terdiri atas pipa panjang berbentuk “U” dan logam berbentuk “S” dengan lidah ganda, lengkap dengan corong berbentuk kerucut. Panjangnya bahkan lebih dibandingkan manusia, yakni 8 kaki atau 2,5 meter.
Sebagai instrumen bass, sudah jelas bahwa peranannya adalah menghasilkan alunan nada-nada rendah. Saking rendahnya, bassoon tak mampu menghasilkan nada lebih dari satu oktaf, tanpa mengorbankan kualitas suara.
Sembari membaca tulisan ini, saya sarankan agar Anda sambil mendengarkan sekaligus menyaksikan video yang sengaja saya rekam berikut. Bisa saja menonton video-nya lebih dulu, baru membaca tulisan ini atau sebaliknya. Tentu saja, supaya Anda bisa menghayati dan merasakan atmosfer yang juga saya rasakan selama pertunjukan digelar. Meski sesungguhnya, sensasi ketika menonton konser secara langsung dan tidak langsung, yakni melalui video, itu berbeda.
“Habanera ini lagu yang luar biasa untuk Leyla. Ia harus berjuang keras menaklukkan lagu ini karena bagi pemain alat musik tiup, jauh lebih mudah membawakan lagu dengan tempo cepat, dibandingkan lambat," tukas Airin sebelum memainkan lagu ini bersama partner-nya.
Penuturan Airin ini membuat para penonton berdecak kagum. Ternyata untuk berkolaborasi menghasilkan suatu karya yang indah dan pesan yang mampu diterima audiens, memerlukan wawasan dan penghayatan mendalam dari sang musisi.