Beberapa tahun terakhir mulai marak orang-orang yang memilih bekerja di rumah sehingga mereka tidak perlu lagi bangun pagi-pagi benar supaya tidak terlambat dan pulang larut malam karena terkena macet di jalan raya. Cukup duduk manis di kamar, dengan laptop yang siap digunakan lengkap dengan wifi dan paket data, mereka sudah bisa bekerja. Ponsel, laptop dan wifi menjadi “senjata” orang-orang ini untuk bekerja, baik secara penuh (full-time) maupun paruh waktu (part-time).
Menyenangkan kedengarannya! Ketika melihat fenomena ini, mungkin orang kantoran akan berpikir, “Wah, enak sekali ya, mereka bisa bangun siang, mengatur waktu bekerja sesuka hati, bisa sambil mengurus buah hati pula. Sedangkan saya harus berangkat pagi, pulang sore, bahkan kadang lembur hingga malam.”
Namun, “para pekerja rumahan” ini tak berbeda dengan pekerja kantoran. Mereka juga merasakan ritme bekerja yang naik-turun. Ada kalanya bersemangat, juga bad mood. Terkadang pekerjaan menumpuk, pun sepi sesekali. Belum lagi jika bekerja di rumah, konsentrasi mereka akan terbagi antara pekerjaan “kantor pribadi” serta rumah tangga, seperti mencuci, menyetrika, membersihkan rumah dan mengasuh anak. Pastinya, mereka juga perlu menjalin relasi dengan orang lain.
Co-working menjadi solusinya.
Apa itu co-working?
Mengutip Wikipedia, co-working adalah gaya bekerja menggunakan lingkungan kerja bersama, seringnya dalam bentuk kantor dan kegiatan individual. Beda co-working dengan kantor pada umumnya adalah mereka biasanya tidak bekerja untuk perusahaan, lembaga atau organisasi yang sama.
Co-working menarik untuk para pekerja profesional yang suka bekerja dari rumah, kontraktor independen dan mereka yang sering melakukan perjalanan yang biasanya bekerja dalam lingkungan yang relatif terisolasinya.
Gaya bekerja ini juga menjadi alasan berkumpulnya sejumlah individu yang bekerja secara independen, mempunyai nilai-nilai yang sama dan tertarik membuat suatu sinergi. Peluang semacam ini hanya mungkin diwujudkan bersama orang-orang yang menghargai bekerja di tempat yang sama. Mereka yang suka bekerja di co-workingspace kebanyakan adalah para pelaku industri kreatif. Beberapa di antaranya fashion, arsitektur, musik, film dan kuliner.
Meski co-working merupakan “kantor” model baru yang berusia 11 tahunan, perkembangannya cukup pesat. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan co-working di dunia naik lebih dari 30 persen dari tahun 2014 ke 2016. sedangkan di Indonesia, co-working tumbuh dari belasan benjadi 50-an atau sekitar 200 persen pada periode yang sama.
Hal ini tidak lepas dari perkembangan startup di era globalisasi. Co-working space dapat menolong para profesional yang suka “bekerja dari rumah” menjadi “keluar dari sarangnya”. Meninggalkan zona nyaman dengan bergabung dalam komunitas coworking memberikan manfaat lebih bagi mereka, seperti meningkatkan rasa percaya diri, mengatasi hambatan dan menambah relasi. Karena siapa yang tahu, berawal dari komunitas co-working ini mereka justru menemukan dan menjadi partner untuk menciptakan proyek baru. Biasanya, memang inilah yang terjadi. Terlepas kolaborasi tersebut berjalan terus hingga kini, maupun berhenti di tengah jalan, waktu dan proseslah yang menjawabnya.
Co-Working Hanya untuk Profesional “Rumahan” dan Part-Timer?