Sore itu saya begitu bersemangat untuk meninggalkan kantor, begitu bel pulang kerja berbunyi. Ada agenda yang sudah saya catat beberapa hari sebelumnya, yakni saya harus menghadiri Pembukaan Pameran Fotografi “Eat It!” karya seniman asal Prancis, Enora Lalet, Kamis sore 3 November 2016.
Apa keistimewaan Enora Lalet?
Berbeda dengan seniman-seniman pada umumnya yang menggunakan cat air dan minyak untuk berkarya, Enora justru memanfaatkan makanan sebagai “senjatanya”, mulai spaghetti, kecambah, teh hitam, kulit lemon sampai kue tart.
Media yang dilukis juga bukan kanvas, kertas, tembok atau sejenisnya, melainkan wajah manusia. Bisa dibayangkan dong, betapa rumit teknik yang digunakan. Kaum hawa saja bisa bete seharian hanya karena melukis alisnya sendiri dengan tidak sama panjang dan tingginya antara kanan dan kiri, apalagi kalau “make up”-nya berupa bahan makanan yang – bisa dipastikan – membuat wajah terasa tidak nyaman. Entah itu lengket, bau, atau justru ingin memakannya karena lapar, hehehe.
Sebelumnya, pameran yang sama sudah diadakan di Surabaya, September 2016 lalu. Bertempat di Auditorium IFI Surabaya, saya sempat melihat dan mendokumentasikan karya-karya Enora yang membuat tercengang. Kok bisa ya, dia punya ide seperti ini, begitu pikir saya. Selengkapnya, baca di sini.
Namun sayang, pertanyaan tersebut tak dapat saya lontarkan langsung karena Enora pun tidak datang ke Surabaya. Beruntung, tak lama sesudah saya mempublikasikan tulisan tersebut, saya mendapatkan informasi bahwa Enora akan datang ke Bandung. Praktis, saya tak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk bertemu dan berbincang dengannya.
Singkat cerita, saya langsung mendatangi NuArt Sculpture Park, Bandung, yang di tunjuk sebagai tempat penyelenggaraan pameran. Kedatangan saya ke lantai dua, disambut dengan iringan musik jazz yang dimainkan secara live sehingga ada sensasi berbeda yang dapat saya rasakan. Dari luar tampak sejumlah warga asli Perancis sedang berbincang-bincang. Saya yakin, Enora berada di tengah-tengah mereka.
Tak ingin terburu-buru, saya pun menikmati foto lukisan yang dipamerkan. Karya yang dipajang sama seperti di pameran sebelumnya di Surabaya. Bedanya, tempat ini lebih kondusif, didukung pencahayaan yang bagus. Namanya juga galeri seni yang memang difasilitasi secara maksimal.
Detail karya yang dipamerkan dan aneka bahan makanan yang digunakan, bisa dilihat di sini.
Tak lama, saya bertemu dengan Marie, mahasiswi asal Prancis yang mengajar di IFI Bandung sebagai bagian dari kuliah praktiknya. Kami berbincang sebentar, kemudian berkenalan dengan beberapa orang.
Tak disangka, bermodalkan nekat, ada wanita cantik yang memberikan senyum ramahnya dengan sapaan, “Bonjour,” yang berarti halo. Kami pun berkenalan. Dia adalah Direktur Pemasaran CLE International, Evelyne Mazallon. Kesempatan langka bertemu pemangku kepentingan di salah satu penerbit ternama di Perancis pun tak saya sia-siakan untuk berbicang dan berfoto bersama.