Lihat ke Halaman Asli

Luana Yunaneva

TERVERIFIKASI

Certified Public Speaker, Hypnotist and Hypnotherapist

Bonus Demografi, Untung atau Buntung?

Diperbarui: 22 September 2016   00:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi demografi (sumber http://www.sociology.su.se/polopoly_fs/1.272772.1456737542!/image/image.jpg_gen/derivatives/promo_entry_527/image.jpg)

Ketika mendengar kata “bonus”, kira-kira apa yang Anda bayangkan? Kebanyakan dari kita tentu akan berpikir bahwa kata “bonus” merujuk pada tambahan. Identik dalam konteks yang menyenangkan. Entah itu tambahan dari sisi materi maupun nonmateri. Kebanyakan juga mengarah pada sesuatu yang menguntungkan.

Lalu, bagaimana dengan “bonus demografi”?

Sebelumnya, kita akan coba memahami pengertiannya. Mengutip kantor berita Antara, bonus demografi adalah suatu fenomena di mana struktur penduduk sangat menguntungkan dari sisi pembangunan karena jumlah penduduk usia produktif sangat besar, sedang proporsi usia muda sudah semakin kecil dan proporsi usia lanjut belum banyak. Dan Indonesia akan mendapatkan bonus demografi ini pada tahun 2020 hingga 2030.

Bonus tersebut didapatkan dari 70 persen orang berusia angkatan kerja (mulai usia 15 hingga 64 tahun), serta 30 persen penduduk yang tidak produktif (usia 14 tahun bawah dan di atas 65 tahun). Demikian disampaikan Plh Deputi Bidang Pelatihan dan Pengembangan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Ida Bagus Permana. Perlu dicermati sebelumnya, CIA World Factbook Tahun 2015 mencatat, Indonesia memiliki penduduk terbesar keempat di dunia, yakni sekitar 255 juta jiwa atau 2,5 persen total penduduk di dunia. Angka yang fantastis, bukan?

Banyaknya penduduk dengan usia produktif tentu memberikan dampak positif bagi suatu negara. Tak terkecuali Indonesia.

Pertama, perubahan struktur umur penduduk. Mungkin di awal perubahan akan menyebabkan ketidaknyamanan pada sejumlah pihak. Namun ketika hal ini diterapkan, jumlah penduduk usia kerja akan meningkat. Dengan batasan umur yang jelas dari pemerintah, seseorang akan menyadari dan memikirkan betul, kapan dirinya dapat mulai bekerja. Andaikata orang tersebut tidak memiliki kesempatan kuliah, dia akan mengusahakan dirinya untuk mencari nafkah. Daripada menganggur di rumah, menjadi bahan pembicaraan tetangga serta tidak memiliki uang untuk sekadar jajan dan main bersama teman kan?

Kedua, investasi pendidikan dengan kompetensi, ketrampilan dan etos yang tinggi. Usia yang masih produktif mampu membuat seseorang merasa bergairah dalam menjalani kehidupannya, terutama meraih impian. Kombinasi ketiga hal tersebut akan menjadikannya pribadi yang kuat dan bersemangat dalam membangun bangsa.

Ketiga, membuka banyaknya lapangan pekerjaan. Banyaknya warga negara tentu seiring dengan kebutuhan sehari-hari. Tentu pemilik segala macam industri barang dan jasa akan melirik potensi ini dan berusaha menggaet karyawan untuk melayani kebutuhan tersebut. Tetapi tidak menutup kemungkinan, mereka yang tidak bekerja di sektor formal akan memilih membuka lapangan pekerjaan.

Keempat, berdampak pada perekonomian negara. Ketika ibu pertiwi sudah berhasil membuat warga negaranya yang berusia produktif mampu hidup mandiri, tentu hal ini memberikan nilai plus pada perekonomian Tanah Air.  Negara pun menjadi lebih maju.

Namun perlu diingat. Sebuah koin memiliki dua buah sisi. Begitu pula dengan bonus demografi yang tidak hanya memberikan keuntungan bagi Indonesia, tetapi juga kerugian.

Pertama, membuka potensi banyak masalah. Nantinya proses mencari pekerjaan tentu tidak akan semudah sekarang. Semakin banyak jumlah penduduk, pesaing untuk profesi yang diinginkan pun semakin banyak pula. Belum lagi, masalah-masalah sosial yang seringkali tidak lepas dari suku, ras dan agama (SARA).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline