Lihat ke Halaman Asli

Luana Yunaneva

TERVERIFIKASI

Certified Public Speaker, Hypnotist and Hypnotherapist

#BahagiaDiRumah Merantau Membuatku Semakin Mengerti Arti Keluarga

Diperbarui: 6 April 2016   12:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Dokumentasi Pribadi"][/caption]Sejak setahun terakhir, aku punya hobi baru yakni hunting tiket. Kegiatan baru yang tak lazim tampaknya. Ya, memutuskan berkarir di luar provinsi dan membiasakan hidup mandiri jauh dari keluarga ternyata tidak menghilangkan naluri sebagai seorang anak. Anak yang merindukan kebersamaan di tengah keluarga dan istirahat yang nyaman di dalam rumah.

Ini bukan kali pertamaku merantau. Sebelumnya aku pernah berkuliah selama empat tahun di Kota Malang, bekerja selama hampir dua setengah tahun di Kota Surabaya, dan sekarang bekerja selama setahun di Kota Bandung. Yang belum pernah kualami adalah merantau ke luar negeri, hehehe.

Sebenarnya kalau diamati, tidak ada aktivitas yang istimewa ketika pulang ke kampung halaman. Pun piknik ke tempat rekreasi. Kegiatan yang pasti dilakukan adalah bersih-bersih rumah. Mama adalah orang yang paling cerewet dalam hal ini, hehehe. Sementara yang namanya anak, kalau sudah masuk rumah, buka pintu kamar, badan nempel di kasur, selesailah semua perkara alias malas gerak (mager). Sudah, nothing's special, right?

Meski begitu, tidak pernah sekalipun aku kapok untuk pulang karena ada banyak hal yang sangat kunikmati ketika pulang ke rumah.

1. Melihat senyum keluarga setiba di rumah

Nikmat mana yang bisa kudustakan ketika ada raut wajah yang berbinar-binar sehingga Mama tampak semakin cantik, Papa kelihatan sangat tampan, dan adik berperawakan semakin jangkung. Ditambah peluk dan cium mesra mereka yang tidak mempedulikan tubuh yang masih berkeringat dan beraroma kendaraanseperti kereta api, bus, atau pesawat.

2. Makan bersama adalah momen yang sangat dinantikan

[caption caption="Mumpung ketemu keluarga, jangan lewatkan momen untuk wefie di meja makan, lengkap dengan menu masakan Mama (dokumen pribadi)"]

[/caption]Menikmati santapan di meja makan berempat adalah kebiasaan di keluarga kami. Apapun makanannya, kami selalu menghabiskannya di meja bundar, sambil mengobrol banyak hal mulai sekolah, kuliah, pekerjaan, pergaulan, hingga teknologi.

Dulu sewaktu masih kuliah, Mama suka tanya, “Kamu mau dimasakin apa, Lu?” Selayaknya anak kos pada umumnya, aku pun request masakan Mama yang aku suka dan lagik aku pengenin. Sehari sebelumnya atau pagi hari sebelum aku tiba, Mama pasti sudah belanja, kemudian memasaknya untuk dinikmati bersama. Tapi sekarang, aku nggak terlalu mengharapkan hal itu. Kalau Mama memasak menu yang istimewa dengan catatan Mama nggak kelelahan, ya syukur, rezekinya anak rantau gitu ya, hehehe. Kalau tidak, nggak masalah tuch!

Justru belakangan ini aku senang dan bahagia bisa merasakan masakan Mama yang sederhana tapi ngangenin. Sepiring nasi hangat lengkap dengan sayur bayam, tempe dan tahu penyet, sepotong ayam bumbu kecap, dan sebuah kerupuk terasa sangat nikmat ketika kusuapkan ke dalam mulut. Tidak henti-hentinya kupuji Mama sambil terus kukunyah makanan, “Hmmm, enak banget, Ma! Rasanya lama pol nggak makan masakan Mama.” Wanita yang melahirkanku itu pun tersenyum bahagia ketika melihat anak perempuannya ini merem-melek menikmati masakannya.

Sejak aku masih kecil, Papa melarang kami untuk makan sendiri-sendiri atau makan di depan televisi karena momen makan adalah kesempatan untuk ngobrol apapun. Papa pernah bilang kalau momen seperti ini bakal kami rindukan ketika kelak kami sudah kuliah, bekerja, dan berumah tangga, terutama di luar kota. Ya, Papa benar. Aku merasakannya sekarang, hiks.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline