Santer terdengar beberapa tahun terakhir ini, beberapa kampus baik negeri maupun swasta yang berusaha membatasi mahasiswanya untuk bersikap kritis entah menyangkut persoalan internal kampus maupun berbagai persoalan yang sedang dihadapi bangsa ini.
Banyak berita-berita yang kita baca mengenai sanksi drop out yang dilakukan oleh sebuah kampus kepada mahasiswanya akibat sikap kritisnya. Seakan kampus tidak mengakomodasi cara berpikir kritis dan sikap kritis mahasiswa.
Tindakan tersebut justru akan memundurkan kampus tersebut ke arah belakang. Usaha pembatasan tersebut bukan hanya memiliki efek jangka pendek tapi juga jangka panjang. Khususnya kepada para mahasiswa yang kelak akan menjadi penerus kebijakan kampus.
Jika kritik di sebuah kampus seni dilarang dan dianggap tidak benar, lalu apa bedanya kampus dengan sebuah lembaga kursus pelatihan.
Layaknya sebuah negara, kampus merupakan sebuah negara yang memiliki wilayah, rakyat, dan pemerintahan. Ya. Kampus sebagai negara pendidikan dan negara ilmu pengetahuan. Maka dari itu, dalam sebuah negara yang dipimpin oleh pemerintah, juga harus memiliki oposisi yang tidak memiliki ikatan atau kepentingan apa pun. Oposisi yang siap mengawal kebijakan dan oposisi yang siap memperingatkan kesalahan. Dan oposisi itu adalah mahasiswa.
Kampus sebagai tempat bermukimnya para intelektual dan tempat lahirnya ilmu-ilmu pengetahuan baru yang kelak akan menjadi modal besar untuk membangun negara ini ke arah kemajuan. Maka seharusnyalah menjadi ruang yang bebas dan terbuka terhadap kritik-kritik. Kampus juga tidak patut menganggap para mahasiswa yang memiliki sikap kritis sebagai musuh mereka. Semestinya, kampus harus berperan aktif untuk mewadahi dan menampung aspirasi dan suara dari para mahasiswanya.
Di tempat ini pulalah seharusnya para mahasiswa menempa diri dan mempersiapkan kemampuan untuk memimpin bangsa ini ke arah kemajuan. Dalam hal ini, tentunya para mahasiswa harus bisa belajar untuk memahami persoalan-persoalan yang terjadi. Hal tersebut dapat diwujudkan lewat cara berpikir kritis dan sikap kritis untuk melihat suatu hal.
Ya, di kampus yang seharusnya menjunjung tinggi asas kebebasan berpikir kepada mahasiswanya, bukanya melarang dan membatasi. Usaha pembatasan kritik tersebut dapat dilakukan dengan kritik pula, tentunya kritik yang logis dan substansial. Di sisi lain, ketertiban kampus akan tetap terjaga dan aman apabila pengelolaan dilakukan secara baik, meski mahasiswa memiliki sikap kritis sekalipun.
Sudah seharusnya pulalah sikap kritis itu tetap tumbuh di dalam jiwa mahasiswa, mengingat mahasiswa sebagai agen perubahan dan kampus sebagai ruang akademis yang bebas. Maka harus ada suatu usaha untuk memutus rantai tersebut agar tidak terus berlanjut dan kampus dapat berkembang ke arah yang lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H