SCBD, Jakarta -- Dalam menghadapi pandangan optimistis Gubernur Bank Indonesia tentang penguatan rupiah, LSM PENJARA 1 melalui Ketua Umumnya, Teuku Z. Arifin, menyampaikan pandangan yang kritis dan mendalam mengenai kondisi ekonomi Indonesia saat ini. Arifin menyoroti bahwa penurunan nilai tukar rupiah yang hampir mencapai 10 persen dalam setahun bukanlah sinyal yang baik untuk perekonomian nasional.
"Kepercayaan pada proses natural pemulihan ekonomi yang dikemukakan oleh Bank Indonesia tampaknya terlalu simplistik dan mengabaikan dampak nyata yang dirasakan oleh rakyat," kata Arifin. Menurutnya, pelemahan rupiah secara langsung menaikkan biaya impor, termasuk bahan pokok, yang pada gilirannya menambah beban hidup masyarakat biasa.
LSM PENJARA 1 menilai bahwa kebijakan Bank Indonesia selama ini belum menunjukkan respons yang cepat dan efektif terhadap tren pelemahan rupiah. "Langkah reaktif daripada proaktif dalam mengelola nilai tukar rupiah menunjukkan kekurangan dalam strategi dan implementasi kebijakan moneter yang seharusnya melindungi nilai ekonomi dalam negeri," ungkap Arifin.
Lebih lanjut, LSM PENJARA 1 mendesak adanya revisi dan penyesuaian kebijakan yang lebih berpihak kepada stabilitas harga dan kekuatan ekonomi makro, bukan sekadar menanggapi fluktuasi pasar jangka pendek. "Kita membutuhkan strategi yang lebih robust untuk memastikan bahwa rupiah tidak hanya stabil, tapi juga mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif," tegas Arifin.
Melalui sikap dan pernyataan ini, LSM PENJARA 1 berharap dapat membuka dialog lebih lanjut tentang reformasi kebijakan ekonomi yang tidak hanya menitikberatkan pada pertumbuhan, tapi juga pada distribusi kekayaan dan stabilitas ekonomi yang merata bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H