Lihat ke Halaman Asli

SUMPAH PEMUDA PERSATUKAN ANAK CUCU PATTIMURA

Diperbarui: 24 Juni 2015   04:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

28 Oktober merupakan hari bersejarah bagi bangsa Indonesia. Betapa tidak semangat persatuan dan kesatuan sudah dipikirkan serta dibangun oleh para pemuda Indonesia semenjak jaman pra kemerdekaan. Hal ini merupakan suatu indikator adanya keinginan kuat bangsa Indonesia untuk bersatu menyatakan sumpah berbangsa satu, bangsa Indonesia, bertanah air satu, tanah air Indonesia, dan berbahasa satu bahasa Indonesia. Mereka bertekat untuk mewujudkan suatu negara merdeka di tengah keragaman bangsa pada masa penjajahan.  Tekat inilah yang mendorong bangitnya semangat kebersamaan melawan penjajah pada masa itu untuk merebut kemerdekaan.  Berjalan paralel tanpa disadari, jati diri bangsa Indonesia yaitu nilai-nilai Pancasila mulai terbentuk, dengan ditopang oleh perasaan senasib dan sepenanggungan. Hal ini tercermin dari kegigihan para pemuda dari berbagai daerah, datang ke Jakarta yakni Jong Ambon, Jong Sumatera, Jong, Java, untuk menyatakan ikrar bersama yang kita kenal dengan sumpah pemuda 28 Oktober 1928. Sekalipun menghadapi  berbagai kesulitan baik komunikasi maupun transportasi, namun mereka berhasil mengatasinya. Ini merupakan sumber kekuatan bangsa yang paling diandalkan sebagai modal utama dalam upaya menumpas serta mengusir penjajah dari pangkuan ibu pertiwi.

Pentingnya Pancasila dalam kebhinekaan.

Semua bangsa yang hidup dalam kebhinekaan seperti Indonesia, harus memiliki konsep pemahaman yang sama tentang model persaudaraan sejati yang seharusnya dibangun dan dikembangkan di seluruh pelosok tanah air.  Konsep persaudaraan sejati itu sejatinya, telah dirumuskan secara jelas oleh para pendiri bangsa kita, dan rumusan tersebut  sudah ada dalam Pancasila. Namun seiring dengan berjalannya waktu serta perkembangan teknologi yang diselimuti dengan kepentingan, baik kepentingan politik, ideologi, ekonomi, maupun budaya, membuat arah model konsep persaudaraan sejati yang diadopsi dari Pancasila mulai diabaikan dalam perjalanan bangsa ini. Bahkan akhir-akhir ini, kita seperti lupa bahwa ada Pancasila yang telah mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara demikian indahnya. Selain itu, kelima sila dari Pancasila yang  dirumuskan  berakar dari sejarah, peradaban, agama, dalam kehidupan ketatanegaraan yang telah lama berkembang di Indonesia. Pancasila juga dapat dipedomani dalam kehidupan politik, sosial, ekonomi, dan hukum. Karena di Indonesia kita hidup dalam kebhinekaan,, maka patutlah kita memiliki dan berpedoman pada Pancasila sebagai alat perekat serta pemersatu bangsa. Semangat persaudaraan inilah yang harus terus kita bangun, kita pupuk, dan kita jaga. Dalam mewujudkan suatu kehidupan berbangsa dan bernegara yang santun dan bermartabat,  perlu kiranya kita memahami sekaligus mengamalkannya dalam kehidupan kita sehari-hari tentang konsep persaudaraan yang tercermin dalam butir-butir Pancasila, yaitu sila pertama Ketuhanan yang Maha Esa.  Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaan dan ketaqwaannya kepada Tuhan Yang Maha Esa, mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing. Sila kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab; mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makluk Tuhan. Sila ketiga, Persatuan Indonesia; mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan, mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar, "Bhineka Tunggal Ikka". Sila keempat; Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan; Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama, tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain, dan mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama. Sila kelima, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia; Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan, mengembangkan sikap adil kepada sesama, menghormati hak orang lain, dan suka bekerja keras.

Perkembangan Politik di Maluku.

Dewasa ini Provinsi Maluku tengah sibuk dengan Pilkada Gubernur Maluku untuk masa bhakti 2013-2018. Perjalanan pesta demokrasi di Maluku boleh dikatakan berjalan tidak begitu mulus. Tahapan pilkada yang telah dibuat oleh KPU Maluku harus terhambat oleh munculnya berbagai pelanggaran pilkada yang harus diputuskan oleh Mahkama Kostitusi (MK). Hasil Pemungutan Suara Ulang (PSU) yang dilaksanakan pada tanggal 11 September 2013 di kabupaten Seram Bagian Timur (SBT) masih menunggu keputusan MK. Jika keputusan MK menyangkut hal tersebut telah ditetapkan,  maka KPUD Maluku baru dapat melanjutkan penjadwalan tahapan pilkada selanjutnya yakni menetapkan jadwal pilkada putaran kedua. Kita tahu bersama,  bahwa mekanisme agenda penetapan jadwal sidang kasus sengketa pilkada Maluku oleh MK  sampai 30 Oktober 2013 belum ada tanda-tanda akan masuk dalam agenda pembahasan MK (mengacu pada website-MK). Disamping itu,   KPUD Maluku harus menghadapi derasnya tuntutan lain yang dilancarkan oleh sdr. Jacky William Noya salah satu cagub Maluku 2013-2018 yang terus menuntut hak politiknya terkait keikutsertaan dirinya dalam kancah pilkada Gubernur Maluku 2013.

Partisipasi politik masyarakat Maluku yang ditunjukkan dalam proses pelaksanaan pilkada gubernur Maluku, hendaknya mendapatkan apresiasi positif. Karena dapat dikatakan bahwa anak cucu Pattimura bisa dikategorikan kedalam kelompok masyarakat berbudaya politik "pastisan/partisipan". Artinya mereka telah menyadari bahwa hak politik yang diberikan dalam pilkada, ikut menentukan keputusan serta kebijakan politik pemerintah. Namun sangat disayangkan jika pemanfaatan hak politik tersebut oleh kelompok tertentu hanya digunakan untuk mencapai kepuasan pribadi, karena hal itu dapat mempengaruhi serta menghambat jalannya pilkda gubernur Maluku. Mencermati ragam persoalan pilkada gubernur Maluku saat ini,  sudah barang tentu akan dapat berdampak pada makin lamanya Maluku memiliki seorang gubernur  hasil pemilihan langsung yang demokratis, serta berkualitas. Gubernur terpilih yang diharapkan yaitu mampu membawa anak cucu Pattimura keluar dari himpitan kemiskinan, keterbelakangan di berbagai bidang, serta lebih mengedepankan upaya percepatan pembangunan Maluku dalam rangka meningkatkan daya saing bangsa, demi terwujudnya kehidupan totalitas anak cucu Pattimura yang adil dan sejahtera.

Kembali ke jatidiri bangsa.

Setiap pemimpin bangsa yang hidup di tanah Maluku harus memiliki tekat serta berkeinginan kuat membangun Maluku. Asalkan tetap konsisten dan berkomitmen untuk mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi atau gulongan (partai). Kalau kita sadari lebih cerdas,  bahwa sebenarnya Maluku tengah mengalami staknasi atau kebuntuan politik. Parameternya adalah proses pilkada gubernur Maluku yang terlihat jalan di tempat. Para elit partai seharusnya mendukung dan tidak turut memberikan andil dalam terhambatnya pilkada gubernur Maluku 2013. Berilah dukungan politik secara maksimal kepada semua pihak termasuk penyelenggara pilkada itu sendiri, sehingga kita terhindar dari hal-hal yang kontraproduktif. Para cagub/cawagub Maluku harus menyadari bahwa janganlah pilkada hanya sebagai ajang untuk mengejar kekuasaan, tapi lebih dari itu ingatlah bahwa kepercayaan 1.200.000 jiwa anak cucu Pattimura yang senantiasa berharap dan menggantungkan harapan ke pundak anda, agar kelak menjadi pemimpin yang jujur, cerdas, inovatif, sehingga mampu membawa anak cucu Pattimura keluar dari ketertinggalan dalam berbagai aspek kehidupan.  Perilaku pemimpin korup sudah tidak aneh, tapi pemimpin yang rela berkorban untuk kepentingan rakyat, serta memiliki integritas, sangat dinantikan. Persoalan moral yang baik menjadi utama serta ukuran keberhasilan seorang pemimpin. Oleh sebab itu Pilkada Maluku janganlah sampai membuat anak cucu Pattimura terpecah belah  akibat egoisme kelompok yang sempit, namun sebaliknya masing-masing kelompok  menyadari akan hakekat persatuan seperti yang diamanatkan oleh sumpah pemuda 28 Oktober 1928, dan dapat menjadikan  momentum sumpah pemuda  ke-85 ini sebagai  alat pemersatu dan modal utama untuk merefleksi diri, agar kembali ke jati diri bangsa Indonesia, dengan tetap berpedoman kepada Pancasila dan UUD 1945  dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, demi kemajuan, kejayaan, serta persatuan anak cucu Pattimura.

Atikel diatas ditulis oleh A. Mado yang merupakan Akademisi/ dosen Fisip UKIM, Ambon

Copy asli artikel tersebut dapat ditemukan pada website http//lsmpedulimaluku.tkbagian footnote

Copyright : http//lsmpedulimaluku.tk

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline