Lihat ke Halaman Asli

Dilema Tanah yang Subur

Diperbarui: 25 Juni 2015   22:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Setelah makan siang hari ini, sempat terlintas sesuatu yang membuat saya sedikit berpikir? apakah makanan yang saya makan pada saat siang ini adalah makanan hasil pertanian rakyat kita, hasil pertanian para petani kita. Mungkin telah menjadi rahasia umum, dimana garam saja kita masih impor, dengan potensi yang begitu besar yang kita miliki. Bagaimana dengan sektor pertanian ??

saya sedikit flash back ke belakang , pada saat saya sedang duduk dibangku SD kelas lima, guru geografi saya berbicara didepan; anak anak, negara kita ini adalah negara agraris, dimana kita memiliki sektor pertanian yang begitu besar dengan luas areal daratan ......

Berapa banyak kah hasil pertanian yang kita konsumsi dari hasil pertanian kita sendiri ? ? Sedikit membaca informasi dikoran beberapa minggu yang lalu, dimana negara kita telah mengambil kebijakan demi ketahanan pangan dalam negri, telah melakukan kerjasama impor beras pada negara Vietnam dan India, sementara Thailand belum dapat dikomfirmasi karena bencana banjir bandang yang melanda hampir sebagian besar kota thailand. Masih ingat dengan kebijakan yang membawa kita menuju surplus beras pada tahun 1984, mungkin pada masa itu, saya masih sangat kecil, yaitu diaman pola pertanian dengan cara intensifikasi pertanian, menganut pola panca usaha tani, yang mempunyai pola pikir dan tujuan untuk meraih hasil yang besar, tanpa memikirkan dampak untuk pertanian kedepannya. Pada saat tersebut kita melakukan pupuk besar besaran, penggunaan bibit bibit unggul yang rakus akan pupuk, dan untuk mencukupi kebutuhan tersebut , kita harus memberi pupuk dalam jumlah besar. Penggunaan pestisida yang besar-besaran. Memang kita dapat meraih surplus beras, tapi dampaknya kita rasakan saat ini, dimana pertumbuhan tanaman tidak sebaik ulu, dan semakin banyak nya hilang plasma nutfah, yang merupakan tumbuhan asali, yang mungkin pada saat dewasa ini memiliki ketahanan terhadap hama dan penyakit yang menjangktti tanaman pada saat ini.

Indonesia sedang mengalami dilema besar, dimana tanah yang subur ini seakan tandus oleh kita sendiri , tandus oleh kebijakan pemerintah dan kita sendiri sebagai rakyat yang hidup dari hasil pertanian. Apakah ada sesuatu yang menahan kehidupan dan keberlangsungan pertanian kita ? kita sebagai negara dengan konsumsi kedelai terbesar, akan tetapi mengimpor bahan baku tahu tempe, yaitu kedelai dari luar negri, sungguh riskan persoalan ini, apakah konsep yang harus kita tanamkan pada pola pertanian dewasa ini ? jawabnya, bahwa kita harus benar benar ,mulai menerapkan sistem pertanian berkelanjutan ( Renewable Agriculture ) dimana pola menekankan pada pertanian yang berwawasan ekologi, yaitu lingkungan yang lestari, dimana pertanian harus memikirkan masa sekarang, esok dan pertanian yang akan datang.

Ls Hari Candra Simanjuntak

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline