Marlin kembali merasakan begah dan tak bersemangat, ketika dihadapkan pada musim dingin.
Cuaca di Belanda yang sudah mulai menuju ke musim dingin, bukan hanya winter saja cuaca yang tak disukai Marlin, tapi musim gugur juga cukup membuat dirinya tak bersemangat untuk menghadapi hari-hari.
Belanda tahun lalu mengalami musim panas yang cukup cantik. Musim panas yang hampir jarang hujan dan cuacanya selalu bagus dengan curah sinar matahari yang melimpah ruah. Hal itu tentu saja cukup membuat Marlin merasa terhibur dan ia dapat sejenak melupakan rasa rindunya akan kampung halaman juga Tanah Airnya.
Padahal cuaca di Belanda tak jarang sangat menyebalkan, meski di musim panas sekalipun. Tak aneh bila di musim panas cuaca menjadi sangat buruk karena terus diguyur hujan hingga berhari-hari bahkan bermingu-minggu lamanya.
Marlin masih ingat betul tahun sebelumnya ketika musim dingin tiba terutama ketika telah memasuki bulan Desember, anak-anak bergantian sakit karena cuaca dingin itu. Setelah mereka sembuhlantas bapaknya dan Marlin sendiri yang sebelumnya paling kuat di rumah, akhir-akhir ini menjadi sering sakit pula.
Entah kenapa Marlin merasa semakin berat menjalani dan melalui musim dingin akhir-akhir ini. Mungkin penyebabnya karena berbagai masalah dan persoalan yang dihadapinya, hingga ia menjadi stres dan akibatnya tubuh menjadi renta dan sering sakit.
Padahal dulu di awal kedatangannya ke Belanda, Marlin hampir tak pernah sakit ketika menghadapi musim dingin. Akan tetapi kini, ia selalu merasa keteteran dan sering sakit-sakitan, bahkan terakhir kondisinya lebih lemah dari kondisi anak-anaknya.
Tahun dan bulan sudah mulai merambat ke bulan September, dan sebentar lagi akan memasuki bulan Oktober, November dan Desember.Huh! Kenapa di Belanda harus ada winter sih! Padahal kalau saja di Belanda tidak ada winter, rasanya aku cukup betah berada di negeri ini. Tak perlu lagi ada perasaan rindu akan Tanah Air.Gerutu Marlin dalam hatinya.
Marlin melihat cuaca di luar apartemen tempat tinggalnya tampak gelap, awan mendung hampir menyentuh bumi. Tiupan angin yang cukup kencang semakin membuat Marlin merindukan Tanah Air.
Tiupan angin yang cukup kencang yang terjadi pada musim gugur di Belanda. Saking kencangnya tiupan angin itu Marlin kadang berpikir, jika angin yang bertiup seperti di Belanda itu terjadi di negerinya, angin itu mampu merobohkan rumah-rumah di kampungyang kondisinya kadang rapuh dan dibangun dengan asal-asalan.
Padahal, di Belanda angin musiman yang kencangnya seperti angin topan sudah menjadi santapan hampir setiap hari, terutama menjelang musim gugur atau musim semi tiba.
Tak jarang karena tiupan angin kencang yang sering terjadi pada musim gugur, membuat Marlin harus membiasakan diri untuk kuat dan tegar, bertahan dan kalau perlu ia harus berkelahi dengan tiupan angin yang super kencang itu.Terutama ketika ia harus mengantar dan menjemput anaknya ke sekolah. Tak jarang sepeda becak yang biasa ia gunakan untuk mengantar jemput anaknya ke sekolah, terhenti seketika tak bisa lagi dikayuh karena tertahan tiupan angin.
Begitu pula ketika ia berjalan dengan kereta bayi ketika anaknya masih kecil. Marlin harus bergelut menahan kereta bayi tempat anaknya sedang tertidur pulas. Dengan sekuat tenaga Marlin mempertahankan kereta itu supaya tetap berada di dalam genggamannya, karena hampir terlepas dari cengkraman tangannya akibat kuatnya tiupan angin.
Atau pula ia harus bertahan dengan sepedanya yang macet tak mau bergerak lagi, dan sepedanya kadang berbalik arah karena tiupan angin itu.
Belum lagi ketika ia berlindung di bawah payung dari air hujan yang dinginnya bagaikan air es yang baru dikeluarkan dari dalam kulkas. Payung itu biasanya akan rusak seketika karena terbalik permukaannya.
Entah sudah berapa payung yang telah Marlin korbankan karena rusak dalam sekali pakai. Langsung sobek atau tak bisa lagi terbuka dengan normal.
Marlin pun menjadi tak percaya lagi untuk menggunakan payung di hari hujan berangin kencang. Percuma saja payung itu akan rusak dan membuatnya tetap basah kuyup. Belum lagi dingin yang menusukdan akan membuat kelembapan kulit tersapu habis. Hal itu akan membuat kulit Marlin kering bak kerupuk jika ia tak rajin menggunakanpelembab.
Marlin mulai sibuk mengemas pakaian musim panas keluarganya, karena sebentar lagi baju-baju musim panas itu tak akan terpakai lagi dan otomatis harus dimasukan ke dalam gudang selama kurang lebih tujuh bulan.
Berbarengan dengan musim dingin tiba dan berlangsung, baju-baju musim panas itu harus ditukar dengan kostum super tebal dan berat.
Tubuh harus terbungkus rapat dengan pakaian berlapis-lapis. Tidak hanya itu, baju musim dingin juga harus tebal dan berat, sangat merepotkan bila dikenakan pada tubuh mungil Marlin. “Duh, bosan!” gerutu Marlin lagi, sambil membayangkan betapa akan membosankan dan alotnya melalui musim dingin yang panjang dan sudah di depan mata.
Kalau boleh jujur, Marlin tak pernah menyukai musim dingin di Belanda. Jangankan bagi seorang Marlin yang jelas-jelas datang dari negeri hangat yang selalu bermandikan sinar matahari sepanjang tahun, orang Belanda saja tak jarang mengalami depresi akut ketika memasuki musim dingin.
Depresi berat di musim dingin yang di alami orang Belanda, biasanya di rasakan sekali oleh para lajang atau yang hidup sendiri, karena mereka akan merasa sangat kesepian ketika mereka melalui musim dingin seorang diri.
Sementara di rumah dan di luar rumah sekalipun akan sulit sekali menemukan manusia yang berkeliaran, apalagi orang yang terlihat ramah di musim dingin. Paling ketika mereka ingin sedikit merasa terhibur dan menemukan sedikit kehidupan, pergi ke kafe atau Bar untuk minum lalu ngobrol bersama sesama pengunjung yang sama kesepiannya, karena juga hidup sendiri di rumah.
Terlebh bagi para MANULA yang akan lebih parah lagi merasa tak bahagia karena mereka bukan hanya akan merasa kesepian, juga tubuh mereka akan semakin renta dan sakit-sakitan ketika melalui musim dingin.
Walau acara pesta dan keriaan banyak dirayakan dan dibuat semeriah mungkin di musim dingin, namun pesta-pesta itu biasanya hanya sampai di akhir bulan Desember saja. Selebihnya dari Januari sampai April atau bahkan tahun lalu sampai bulan Juni, tetap terasa dingin dan sepi sekali di luar sana. Jangan harap ketika musim sudah mulai dingin dan bulan telah melewati bulan Desember, akan mudah ditemui adanya tanda-tanda kehidupan di luar rumah.
Ketika suhu di musim dingin sudah berada di bawah 0 derajat bahkan mencapai suhu puncak dingin dan genangan air di jalanan sudah membeku, semua orang bersembunyi di dalam rumah masing-masing dan dibalik selimut atau penghangat ruangan dengan secangkir kopi atau teh panas.
"Ayolah, sayang, kita hijrah saja ke Indonesia. Biarkan saja anak-anak sekolah di sana. Aku bosan berada di sini, terutama di musim dingin begini," rengek Marlin untuk yang ke sekian kalinya, sambil sibuk membereskan baju-baju musing panas. Ia membujuk Dennis supaya mau pindah ke negerinya, Indonesia.
“Kalau saja saya dapat undian lotre hari ini, saya tak akan menunggu hari esok, akan segera angkat koper dan pergi hari ini juga dari negeri ini.”
“Siapa yang ingin berada berlama-lama di negeri ini, honey? Negeri yang serba mahal, kaku dan membosanka."Jawaban Dennis sebenarnya dapat dipahami Marlin, karena mereka tak memiliki pilihan lain untuk lari dari situasi.
" Iya, ya. Kenapa orang kaya selalu mempunyai banyak pilihan dalam hidup”
“ Merekabisa memilih dan menentukan untuk bisa hidup di mana saja yang mereka mau. Mereka juga tak perlu kesulitan dengan persaudaraan. Karena orang kaya selalu dengan sendirinya memiliki banyak saudara. Dan lucunya lagi, yang bukan saudara pun, jadi suka ngaku-ngaku saudara hehe." keluh Marlin kepada suaminya.
Marlin berangan-angan, seandainya ia menjadi orang kaya, tentu ia akan memiliki banyak kesempatan dan pilihan, bagaimana dan di mana ia akan menikmati dan menghabiskan sisa hidupnya.
"Ya, begitulah manusia dan hukum alam dalam kehidupan ini, sweet heart. Kalau kita merasa merasa sendiri di Belanda, lantas membayangkan pulang kampung akan menjadi lain dan lebih baik karena alasan di sana banyak saudara kita, kejadiannya tak akan berbeda jauh bahkan mungkin akan tetap sama.”
“Mereka, saudara kita tak akan mendekat jika kita tak memiliki cukup uang sebagai umpannya," timpal Dennis lagi. Ia berusaha mengingatkan Marlin bahwa hidup di mana pun akan memiliki cerita yang sama, ketika realita hidup selalu terbentur pada kenyataanketerbatasan materi yang dimiliki seseorang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H