[caption caption="foto: elde"][/caption]Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, apabila hari Natal tiba kami mendapat undangan untuk makan bersama di rumah mertua. Namun berhubung kali ini mereka merasa sudah sepuh tidak mau repot lagi, maka meminta tahun ini kami yang menjadi tuan rumah. Sebagai mantu yang baik hati dan tidak sombong, saya pun menyanggupinya.
Walaupun dalam soal keyakinan saya dengan istri dan juga keluarganya berbeda, saya anggap hal ini sebagai "resiko" sebuah pernikahan beda agama. Sekedar membantu dan menghormati hari besar agama mereka saja. Tidak beda ketika saya merayakan Lebaran, istri pun turut meramaikannya. Apalagi bila sewaktu mudik ke Jogja, istri ikut masak dan mempersiapkan segala kebutuhan bersama keluarga saya bareng-bareng. Pada acara bulanan semacam arisan keluarga yang biasanya disertai dengan pembacaan tahlil dan yasin, istripun turut duduk menyimak.
Mempersiapkan penyambutan Natal disini tidak beda dengan ketika umat islam merayakan Lebaran. Bagi orang tua yang memiliki 2 anak adalah pekerjaan tambahan dan sedikit membuat stress juga. Walau tidak seberat bila dibanding di tanah air yang masih harus memikirkan sanak keluarga lain maupun tetangga. Natal di Jerman biasanya hanya dirayakan oleh keluarga terdekat saja. Waktunya untuk berkumpul.
[caption caption="foto. elde"]
[/caption]
Mengorganisasi hadiah yang akan dibagikan pada anggota keluarga adalah pekerjaan yang harus dilakukan jauh sebelumnya. Dari membeli langsung di toko ataupun lewat pemesanan online. Selain itu juga mempersiapkan dekorasi ala kadarnya, termasuk yang utama adalah membeli pohon Natal. Pohon asli yang bukan dari plastik dan di Jerman memang dibudi dayakan khusus untuk perayaan Natal. Diperkirakan sekitar 30 juta pohon tiap tahunnya dikonsumsi oleh masyarakat Jerman guna memeriahkan hari besar umat Kristen ini. Pohon ini akan dipasang sampai tanggal 6 januari bertepatan dengan hari 3 Raja Suci dan selanjutnya dibuang.
Mendekati hari H atau tepatnya tanggal 24 desember, mulai saatnya kesibukan memasak. Di siang hari biasanya orang-orang mendatangi pemakaman keluarga dan selanjutnya makan malam di rumah. Sebagai penduduk asli wilayah negara bagian Bayern, mertua selalu menginginkan menu tradisional. Makanan kesukaannya adalah semacam wollwurst, brezel dan salad kentang. Wollwurst adalah sosis berwarna putih yang dibuat dari daging sapi muda, sedangkan brezel sejenis roti setengah kering yang kalau bagi kita mungkin semacam nasi untuk menu utama bersantap makan. Berhubung aku dan anak-anak tidak begitu suka sosis, maka pilih bikin steak sapi dengan salad kentang.
[caption caption="foto: elde"]
[/caption]
Setelah acara makan selesai selanjutnya saat yang ditunggu oleh anak-anak. Bagi-bagi kado. Namun mereka sebelumnya harus menyingkir dulu agar tidak melihat kami menyiapkan kado-kado yang ditarok dibawah pohon Natal. Ini dimaksudkan sebagai kejutan bagi mereka yang sudah penasaran barang apa yang akan didapatkannya. Pemandangan lucu dan menarik ketika mereka berebutan membaca nama-nama yang tertera pada kado dan membagikan sesuai nama yang tertera. Anak-anak pun merasa puas dengan kado yang diterima, sebaliknya mereka pun juga memberikan bingkisan kecil hasil corat-coret tangannya diatas kertas untuk kami.
Acara pembukaan kado selesai dilanjutkan dengan permainan terompet anak sulung diselingi ngobrol ngalor ngidul sambil makan plätzchen. Sejenis keks khas untuk menyambut hari Natal yang dibikin sendiri, bukan saya tapi istri yang buat. Tidak beda dengan saat Lebaran di tanah air yang juga dibuat oleh para keluarga untuk kebutuhan sendiri atau tamu yang datang silaturahmi.
Keesokan harinya karena kebetulan mertua juga menginap di rumah, tentunya juga harus ekstra menyiapkan sarapan bersama. Untuk hal ini tidak begitu merepotkan karena sarapan orang-orang Jerman cukup sederhana. Roti beserta selai, margarin, telor yang semuanya bisa dibeli di supermarket dan tinggal menyajikan saja.
Tepat tanggal 25 desember biasanya orang-orang pada pergi ke gereja sekitar jam 10an. Namun tidak bagi istri saya dan orang tuanya yang sudah cukup lama tidak lagi kesana pada saat perayaan Natal. Mereka mendatangi gereja jika sempat dan perlu saja. Tidak harus ketika ada semacam misa dan sejenisnya. Alasan ketidak datangannya pernah dikatakan dulu sempat tidak cocok dengan kotbah seorang pendeta yang mencampur adukan soal agama dengan perpolitikan. Sejak saat itu tidak pernah lagi mendatangi gereja jika Natal tiba.