Acara keagamaan yang seharusnya penuh dengan kedamaian dan khusyu` tujuannya hanya minta ridho Allah swt seperti yang digembar-gemborkan, ternyata fakta di lapangan bicara lain. Orang pun sudah menduga bahwa kumpul-kumpul massa berkedok agama dengan judul munajat hanya dijadikan aksi politisasi. Sebagian besar panitia serta tokoh yang diundang, tidak jauh dari lo lagi lo lagi orangnya.
Gusti Allah ora sare...begitu istilahnya. Bila Tuhan ingin membuka kedok jenis manusia macam sebagian dari mereka, hal sangat mudah dilakukanNYA. Untuk membuka mata masyarakat yang masih terpengaruh dengan jargon pembela agama agar tidak terus terhanyut oleh propaganda mereka.
Munajat bisa diartikan adalah melakukan doa sepenuh hati kepada Tuhan untuk mengharapkan keridaan, ampunan, bantuan, hidayat, dan segala kebaikan. Acara yang seharusnya sakral dari kepentingan lain akhirnya dinodai dengan munculnya sifat asli dari sebagian pesertanya.
Tindakan intimidasi dan kekerasan yang dilakukan massa yang menggunakan atribut Front Pembela Islam (FPI) terhadap beberapa jurnalis yang sedang meliput acara. Di tengah salawatan sekitar pukul 21.00 WIB, terjadi keributan. Massa terlihat mengamankan orang. Saat itu, beredar kabar ada copet tertangkap. Para jurnalis yang berkumpul langsung mendekati lokasi kejadian untuk merekam kejadian.
Namun rupanya jurnalis yang sedang menjalankan profesinya tidak bisa diterima oleh massa beratribut FPI. Beberapa orang membentak dan memaksa jurnalis menghapus gambar kericuhan yang sempat terekam beberapa detik. Saat sedang menghapus gambar, terdengar ucapan bernada intimidasi dari arah massa. "Kalian dari media mana? Dibayar berapa?", "Kalau rekam yang bagus-bagus aja, yang jelek enggak usah!"
Profesi jurnalis adalah independen, segala liputan baik dan jelek harus diberitakan sesuai dengan fakta kejadian. Intimidasi agar hanya meliput yang baik-baik saja menunjukkan betapa moral orang-orang itu patut dipertanyakan. Bau busuk bangkai minta ditutupi tapi hanya menyuruh yang bagus-bagus saja diberitakan. Inilah bentuk pencitraan sesungguhnya!
Nasib serupa juga dialami wartawan Detik.com. Saat sedang merekam, dia dipiting oleh seseorang yang ingin menghapus gambar. Namun, dia tak mau menyerahkan ponselnya. Massa kemudian menggiring wartawan Detik.com ke dalam tenda VIP sendirian. Meski telah mengaku sebagai wartawan, mereka tetap tak peduli. Di sana, dia juga dipukul dan dicakar, selain dipaksa jongkok di tengah kepungan belasan orang.
Namun akhirnya ponsel wartawan tersebut diambil paksa. Semua foto dan video di ponsel tersebut dihapus. Bahkan aplikasi WhatsApp pun dihapus, diduga agar pemilik tak bisa berkomunikasi dengan orang lain. Usai kejadian itu, korban langsung melapor ke Polres Jakarta Pusat dan melakukan visum.
Dari kejadian ini Tuhan pun telah menunjukkan wajah-wajah mereka sebenarnya. Selalu meneriakkan takbir dan mengklaim sebagai pembela agama tapi apa yang dilakukan tidak mencerminkan ajaran agama itu sendiri. Mempersekusi orang yang sedang menjalankan profesinya dan berada di posisi lemah dikeroyok rame-rame.
Peristiwa lebih menyayat hati terjadi saat ustadzah dadakan, Neno Warisman membacakan puisi diatas panggung. Persekusi pada Tuhan pun akan dilakukan bila keinginannya tidak tercapai.
Namun kami mohon jangan serahkan kami pada mereka
Yang tak memiliki kasih sayang pada kami dan anak cucu kami
Dan jangan, jangan Engkau tinggalkan kami dan menangkan kami
Karena jika Engkau tidak menangkan
Kami khawatir ya Allah
Kami khawatir ya Allah
Tak ada lagi yang menyembah-Mu