[caption caption="Sumber Gambar: poskotanews.com"][/caption]Menjelang diadakannya pemilihan gubernur DKI 2017, beberapa nama bersliweran yang akan menantang pasangan Ahok-Heru. Tercatat diantaranya ada ahli hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra, politisi kader PPP Haji Lulung dan musisi Ahmad Dhani. Nama-nama yang cukup akrab di pendengaran kita.
Keinginan mereka untuk menjabat sebagai orang nomer satu di DKI patut diapreasi karena hal itu sudah menjadi hak setiap warganegara. Hanya saja apakah jalan yang mereka tempuh akan semulus dan sebanding tekad yang dimiliki. Seperti sudah diketahui bahwa proses menuju pemilihan gubernur bisa ditempuh lewat 2 cara. Melalui mekanisme diusung parpol yang memenuhi syarat kepemilikan kursi di DPRD dan cara independen.
Apabila melihat latar belakang dari ketiga tokoh tersebut yang bukan dari partai besar dan memiliki kursi yang cukup di DPRD, diperkirakan akan sangat sulit maju di pilgub. PBB yang menjadi basis dukungan Yusril bahkan tidak memiliki satu kursi pun di parlemen. Untuk mencari parpol pengusung yang termasuk besar semacam Gerindra dan PKS bukanlah hal mudah atau malah bisa dikatakan tertutup.
Alasannya sangat sederhana, sebagai parpol yang memiliki basis pendukung banyak dan juga kursi lumayan besar, tentunya juga berambisi berkuasa lewat kader parpol sendiri. Gerindra dan PKS akan lebih memilih kadernya yang akan diajukan dalam pilgub nanti. Tidak akan mengambil calon yang bukan dari kalangan intern. Dengan kepemilikan 15 dan 11 kursi di DPRD, hal ini bisa dijadikan modal tawar cukup tinggi untuk berkoalisi dengan parpol lain guna memenuhi persyaratan minimal 21 kursi.
Untuk merangkul parpol lain, bagi Yusril jalan pun sepertinya kecil kemungkinan didapatkan karena 2 partai diantaranya yaitu Nasdem dan Hanura telah mendeklarasikan dukungan pada pasangan Ahok-Heru. Tinggal menyisakan partai Demokrat, PKB, Golkar dan PAN. Golkar sendiri di internnya sedang mengalami konflik kepengurusan, sedang PKB ada suara-suara yang lebih condong akan mendukung Ahok.
Hal sama juga terjadi pada kasus pencalonan haji Lulung. Walaupun PPP versi Djan Faridz telah menyatakan dukungannya, namun parpol ini hanya memiliki 10 kursi di DPRD. Masih butuh 11 kursi lagi untuk meloloskannya. Untuk berkoalisi dengan parpol lain juga sulit jika melihat elektabilitas Lulung yang jauh dari sang petahana. Bagi parpol yang akan diajak koalisi pastinya akan berpikir ulang. Memajukan calon yang diperhitungkan sekiranya tidak bakal menang adalah sebagai langkah bunuh diri.
Lebih sial lagi sosok Ahmad Dhani yang belum memiliki partai pengusung. Kalau yang ini tidak perlu dibahas terlalu jauh lagi karena kesempatan maju ke pilgub bisa dikatakan hampir tidak ada kans sama sekali. Untuk sementara sebagai penggembira dengan celoteh-celotehannya, anggap saja sebatas meramaikan suasana.
Jadi melihat perhitungan diatas, bisa dikatakan ketiga sosok nama tersebut akan masuk kotak dan tidak punya kesempatan maju menjadi pesaing Ahok. Untuk melalui jalur independen, waktu juga sudah tidak memungkinkan untuk meraih dukungan KTP. Nama lain yang masih memiliki kans besar tinggal Sandiaga Uno dan Adhyaksa Dault. Keduanya kemungkinan besar akan diusung oleh koalisi Gerindra-PKS, dan bisa ditambah dukungan masuknya parpol lain. Berkoalisinya 2 parpol ini sudah mencukupi persyaratan mengajukan pasangan sendiri.
Walaupun Adhyaksa Dault sempat mengatakan hanya mau jika dicalonkan sebagai gubernur dan bukan wakilnya, namun yang harus diingat bahwa politik itu dinamis yang mengikuti perkembangan. Gerindra yang sudah menyiratkan mengusung Sandiaga Uno tentunya memiliki nilai tawar lebih tinggi berdasarkan perolehan kursi di DPRD. Adhyaksa Dault yang dikenal sebagai kader PKS jika masih berkeinginan diusung oleh partainya, mau tidak mau harus mengikuti mekanisme yang ada atau PKS akan memilih kader lain.
Bagi Golkar dan Demokrat yang memiliki jumlah lumayan kursi di DPR, sampai saat ini belum terlihat ada kadernya yang menonjol untuk bisa dihadapkan head to head melawan Ahok. Kedua partai ini hanya akan menunggu ajakan koalisi dari parpol lain, yang tentu seperti biasanya didasari hitungan untung rugi. Besar kemungkinan Golkar akan bergabung dengan Gerindra dan Demokrat bermain 2 kaki, sebagai partai penyeimbang secara organisasi akan mendukung A tapi ada kadernya yang disuruh seolah-olah mendukung si B.
Partai yang adem ayem dalam hal ini PDIP. Dengan jumlah kepemilikan kursi mencukupi di DPRD dan sebagai satu2nya partai yang bisa mengusung pasangan sendiri, tinggal wait and see. Bila majunya Ahok lewat jalur independen gagal karena persyaratan yang tidak terpenuhi, bisa saja mengusung calon sendiri.