Lihat ke Halaman Asli

elde

TERVERIFIKASI

penggembira

Pemlintiran Makna Sebutan Petugas Partai

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pidato Megawati dalam konggres PDIP yang kembali mengulang sebutan “petugas partai” menjadi santapan hangat lagi bagi media menuangkan opini dari para pengamat. Bagi pihak berseberangan seakan mendapatkan masakan baru yang bakal ramai jika digoreng terus. Sajian istimewa untuk dikonsumsi orang-orang yang selama ini memang tidak menyukai keberadaan mantan presiden kelima beserta PDIPnya.

Bukan hal baru di dunia perpolitikan segala celah lawan akan dicari untuk memberikan pandangan negatif pada masyarakat. Bertujuan memperlemah dukungan lawan politik. Begitu juga persepsi publik saat ini sedang hangat dijejali sebutan petugas partai bagi kader PDIP, khususnya presiden Jokowi. Seakan bahwa Jokowi adalah boneka yang harus menuruti semua kehendak partai dalam hal ini ketua umumnya Megawati.

Salah satu kader PDIP yang duduk di fraksi DPR, Aria Bima, secara terang benderang malah mengakui bahwa dirinya adalah petugas partai. Namun pemaknaan sebutan tersebut jauh berbeda, tidak seperti yang didengungkan sebagian pengamat maupun orang2 yang tidak sejalan dengan keberadaan Mega beserta PDIPnya.

Politikus PDIP Aria Bima menilai, pidato Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri yang menyebut kader partai banteng itu sebagai petugas partai harus dimaknai positif.

“Kekuasaan harus kita amankan. Petugas partai ini aparatus (alat) ideologis. Saya ini sepuluh tahun petugas partai,” kata Aria Bima di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (14/4/2015).

Aria Bima juga mengatakan, Megawati sebagai pucuk pimpinan partai layak menegur kadernya yang melenceng. Esensi petugas partai juga bukan pembantu seperti yang digulirkan para pengamat.

“Kalau melenceng bakal ditegur, bukan jongos bukan pesuruh jangan diplesetkan. Jongos ideologi enggak masalah, bukan jongos ketua umum,” katanya.

Soal penumpang gelap yang juga disinggung oleh Megawati dalam pidatonya, Arya Bima menjelaskan adalah orang yang tidak paham nawa cita. Mereka hanya berorientasi pada kekuasaan saja.

“Penumpang gelap ini tidak tahu marwahnya, tidak senyawa dengan ideologi dan nawa cita. Capital oriented dan buka ideologi oriented hanya suka kekuasaan,” katanya. sumber

Dari pernyataan Aria Bima sebagai kader partai, penyebutan petugas partai dianggap hal yang tdak bermasalah dan mungkin pernyataan itu mewakili seluruh kader PDIP yang secara aklamasi telah memilih Megawati sebagai ketua umum lagi. Namun bagi orang diluar partai pemaknaan petugas partai itupun menjadi berbeda dan mengalami pemlintiran artian sebenarnya, tidak seperti pemikiran orang-orang intern partai tersebut.

Besar kemungkinan propaganda pembusukkan yang dilakukan saat ini kepada Megawati atau PDIP ada kaitannya dengan pilkada serentak yang akan diselenggarakan dalam tahun ini. Dengan opini negatif yang selalu disuarakan, berharap calon yang diusung oleh partai moncong putih ini tidak diminati oleh pemilih. Pembentukan asumsi negatif telah dilakukan, apabila calon yang diajukan oleh PDIP hanya akan dijadikan petugas partai dalam artian boneka atau jongos yang hanya mendahulukan kepentingan kelompok, bukan negara. Bisa saja hal ini dilakukan karena setelah kegagalan KMP dan pendukungnya yang menginginkan pilkada secara tidak langsung untuk menguasai pemimpin daerah, mulai menempuh cara lain dengan memperlemah dukungan pada lawan politiknya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline