Ketidakpastian ekonomi global semakin meningkat ditandai dengan prospek ekonomi yang terus melambat dan pemulihan yang masih belum terlihat .
Berbagai faktor seperti ketegangan perdagangan internasional, perubahan kebijakan moneter di negara-negara maju, serta fluktuasi harga komoditas global telah menciptakan kondisi ekonomi yang tidak stabil di mana kondisi ini tidak hanya menghambat pertumbuhan ekonomi global, namun juga memicu gejolak di pasar keuangan.
Di tengah ketidakpastian ini, banyak negara terutama yang memiliki perekonomian terbuka seperti Indonesia menghadapi tantangan besar dalam menjaga stabilitas makroekonomi . Ketidakpastian ini memperburuk sentimen pasar, mengurangi aliran investasi, dan volatilitas nilai tukar, yang pada gilirannya dapat mengganggu aktivitas perekonomian domestik.
Volatilitas nilai tukar rupiah yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir menciptakan peluang sekaligus risiko bagi pelaku pasar di Indonesia.
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mengalami fluktuasi signifikan, berdasarkan informasi dari Google Finance pada tanggal 7 November 2024 Rp 15.558/ US$ sedangkan pada tanggal 21 November 2024 rupiah telah mencapai Rp15.924/US$, dipengaruhi oleh dinamika global seperti kebijakan moneter Federal Reserve (The Fed) dan kondisi geopolitik Timur Tengah
Peluang bagi Pelaku Pasar
Pelaku pasar memiliki peluang untuk memanfaatkan instrumen hedging guna melindungi nilai aset mereka dari risiko fluktuasi. Obligasi pemerintah (SBN) dan produk valuta asing menawarkan instrumen yang menarik untuk diversifikasi investasi. Pelemahan rupiah dapat memberikan keuntungan bagi eksportir Indonesia, yang dapat menawarkan produk mereka dengan harga lebih kompetitif di pasar global.
Hal ini dapat meningkatkan daya saing komoditas unggulan seperti CPO dan tekstil. Dengan kebijakan suku bunga stabil di level 6%, instrumen berbasis rupiah, seperti deposito dan sukuk, tetap menjadi pilihan yang menarik untuk investor lokal dan asing.
Risiko yang Harus Diwaspadai
Fluktuasi rupiah dapat meningkatkan biaya impor bahan baku dan barang modal. Hal ini berpotensi mengurangi margin keuntungan pelaku usaha yang bergantung pada komponen impor. Melemahnya nilai tukar rupiah juga dapat memicu kenaikan harga barang dan jasa, memberikan tekanan pada inflasi domestik.
Risiko ini memengaruhi daya beli masyarakat dan stabilitas ekonomi. Aliran modal asing, terutama dari investor portofolio, cenderung sensitif terhadap fluktuasi nilai tukar. Ketidakstabilan rupiah dapat memicu aksi jual asing di pasar modal, yang berdampak negatif pada kinerja IHSG.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H