"Catat tanggalnya. Bakal ada Hujan Meteor pada 6-7 Mei Mendatang. Hujan Meteor Eta Aquarids akan menyapa penduduk Bumi 6-7 Mei mendatang. Jika cuacanya memungkinkan, maka pemandangan indah ini bakal bisa disaksikan" bunyi akun Instagram Kota Manado yang dirilis tiga hari yang lalu (5/5/2020) dan dilike sebanyak 3.304 nitizen.
Gegara informasi itu, saya tergelitik untuk berburu hujan meteor. Pada Rabu (6/5) dan Kamis (7/5) jam satu hingga tiga Waktu Indonesia Tengah (WITA), bersama dinginnya Tomohon, persisnya di kaki Gunung Lokon, saya menuju lapangan sepak bola yang polusi cahayanya minim dibandingkan di halaman sekolah.
Sebenarnya saya tidak terlalu paham dengan ilmu astronomi. Tetapi rasa penasaran yang muncul di hati saya, membuat saya browsing apa itu Eta Aquarids? Lalu saya dapat infoemasi begini.
"Eta Aquarids adalah salah satu dari dua hujan meteor yang diciptakan oleh puing-puing dari Comet Halley. Bumi melewati jalur Halley mengelilingi Matahari untuk kedua kalinya pada bulan Oktober. Ini menciptakan hujan meteor Orionid , yang memuncak sekitar 20 Oktober"
Berbekal dari kesukaan saya di bidang fotografi, maka saya siapkan peralatan untuk berburu Eta Aquarids. Kamera, tripod, jaket hangat dan celana tahan dingin, senter kecil, saya siapkan. Sebelumnya, baterei kamera saya cas penuh dan segelas kopi panas saya masukan ke thermos untuk menghangatkan badan dan melawan kantuk.
Untuk kamera, saya setting data efixnya seperti ini. Shutter Speed 6 detik, F 1.8 dan ISO 250. Setingan kamera ini tidak mutlak dan ISO bisa diubah menjadi 160. Jenis kamera dan lensa yang terpasang pada kamera juga mempengaruhi setingan exposure.
Tadi pagi, saat memotret bintang, berharap pada saat yang sama ada meteor jatuh, mengalami kendala yang tidak mampu saya kendalikan.
Bulan purnama, itulah salah satu kendala. Cahayanya membias langit hingga menimbulkan polusi cahaya yang berlebihan. Meski saya kecilkan ISO-nya tetapi fakta tetap membias cahayanya.