Lihat ke Halaman Asli

Tri Lokon

TERVERIFIKASI

Karyawan Swasta

Di Malam Hari, Lawang Sewu Semakin Menggoda

Diperbarui: 25 April 2019   01:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudut Menara Lawang Sewu (Dokumentasi Pribadi)

Sebelum mencari oleh-oleh khas Semarang, saya menyempatkan diri berkunjung ke Lawang Sewu Senin malam (22/4/2019). Sentral oleh-oleh khas Semarang berada di jalan Pandanaran, sementara Lawang Sewu diujung Jalan Pemuda yang sama-sama bertemu di bundaran simpang Tugu Muda. Cukup dengan jalan kaki kedua lokasi itu bisa dijangkau.

Dengan merogoh kocek sebesar Rp.10.000,- saya bisa berkeliling Lawang Sewu, untuk menikmati bangunan sejarah peninggalan Belanda. Konon, pembangunan gedung yang dipakai untuk kantor pusat Nederlands Indische Maatschappij (NIS), dimulai peletakan batu pertama 27 Februari 1904 dan selesai 1907.

Kokoh dan bersejarah (Dokumentasi Pribadi)

Konon tim arsitek Lawang Sewu berlantai dua dengan pintu tinggi dan lebar yang sangat banyak (dilengkapi dengan  terowongan bawah tanah) dipercayakan kepada Prof. Jacob F. Klinkhamer dan B.J. Quendag dari Amstedam.

Sudut Luar Lawang Sewu (Dokumentasi Pribadi)

Pijaran cahaya hangatkan sejarah (Dokumentasi Pribadi)

Malam itu, pengunjung Lawang sewu, cagar budaya yang di tengah Kota Semarang, cukup banyak. Saya melihat pengunjung melihat-lihat galeri foto, replikasi kereta api, sejarah kereta api indonesia yang dipajang di setiap ruangan. Hal yang tidak boleh dilupakan saat berada di Lawang Sewu adalah swafoto.

Mengambil foto di malam hari dengan siang hari, sangat berbeda. Warna cahaya lampu yang menerangi di setiap sudut gedung dan ruangan, memberi daya tarik sendiri bagi penyuka fotografi. Tak urung saya pun memaknai gedung bersejarah ini dengan memencet shutter kamera saya berkali-kali.

Plafon (Dokumentasi Pribadi)

Ruang Tamu (Dokumentasi Pribadi)

Saat saya melihat foto-foto yang saya ambil dari kamera saya, terbayang betapa Lawang Sewu punya peranan penting dalam menjadi saksi perjuangan rakyat sebelum dan sesudah kemerdekaan Republik Indonesia. Lawang Sewu pernah menjadi lokasi pertempuran sengit antara pemuda Angkatan Muda Kereta Api (AMKA) melawan pasukan Kempetai dan Kidobutai Jepang. Pertempuran ini dikenal peristiwa Pertempuran Lima hari di Semarang (14 -- 19 Oktober 1945).

Edukasi Cagar Budaya (Dokumentasi Pribadi)

Lorong Mistis (Dokumentasi Pribadi)

Selain menjadi gedung bersejarah yang dilindungi sebagai cagar budaya, Lawang Sewu menjadi tempat edukasi untuk generasi muda dalam mengenal sejarah perkeretaapian Indonesia dan menimba semangat perjuangan anak muda Semarang dalam melawan penjajah.

Jam buka Lawang Sewu mulai 07.00 hingga 21.00 WIB. Pengunjung yang ingin mengetahui lebih mendalam tentang sejarah Lawang Sewu, bisa minta diantar oleh pemandu yang sudah disediakan oleh pengelola. Tiket masuk untuk orang dewasa sebesar Rp. 10.000,- sedang untuk anak dan pelajar sebesar Rp. 5.000,-.

Atas Menara (Dokumentasi Pribadi)

Tugu Muda di waktu malam (Dokumentasi Pribadi)

Setelah berkeliling, saya kemudian jalan kaki menuju tempat oleh-oleh di Pusat oleh-oleh khas Semarang di jalan Pandanaran. Tak kurang dari 10 menit jalan kaki dari Lawang Sewu. Oleh-oleh khas Semarang yang banyak dicari oleh wisatawan, antara lain Bandeng Presto, Wingko Babat, Lumpia (goreng/basah), Moaci, Tahu Bakso, dan Ganjel Rel. Uniknya, setiap toko oleh-oleh memberikan pelayanan packing sehingga memudahkan dibawa ke dalam bagasi pesawat/kereta api.

Salam Koteka. Salam Traveling.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline