Sak bejo bejaning wong kang lali, iseh bejo wong kang eling lan waspodo, artinya seberapa untungnya orang, masih beruntung orang yang selalu berhati-hati dan waspada.
Tulisan itu saya pungut dari selebaran "Tips Antisipasi Bencana" yang diterbitkan dan diedarkan oleh Tagana Yogyakarta. Dalam secarik kertas putih itu, disebutkan bagaimana mengantisipasi terjadinya bencana kebakaran, gempa bumi, banjir, puting beliung, letusan gunung berapi, dan tsunami.
Secarik kertas itu, diserahkan oleh koordinator Tim Tagana (Taruna Siaga Bencana) kepada Kepsek SMA Lokon St. Nikolaus Tomohon, Stephanus I Poluan, SIP setelah melakukan Bhakti Sosial Tagana Goes to School di hadapan para siswa, Rabu (25/10). Penyerahan brosur-brosur itu saya abadikan melalui kamera saya.
SMA Lokon, yang berada di kaki Gunung Lokon, sangat beruntung dikunjungi oleh sebagian para peserta Jambore Nasional Tagana "Go Green" Asean dalam rangka Apel Siaga Tagana ke 11 2017 dan Bhakti Sosial Tagana Tingkat Nasional dan ASEAN di Bumi Perkemahan Danau Tondano, Kabupaten Minahasa, Provinsi Sulawesi Utara (23/10).
"Ada 1400 relawan Tagana dari 33 propinsi berkumpul di Tondano. Ditambah dari relawan Tagana dari 4 negara ASEAN, yaitu Filipina, Kamboja, Malaysia dan Jepang" jelas Tetrin, staf Kemensos RI saat mendampingi relawan Tagana yang melakukan Bhaksos di sekolah saya.
Sebelum masuk ke kelas-kelas, sukarelawan Tagana ASEAN didampingi pimpinan Direktorat Jendral Perlindungan dan Jaminan Sosial dari Kemensos RI, yaitu Adhi Karyono, Direktur Perlindungan Sosial Korban Bencana Alam (PSKBA), Muman Nuryana, Perwakilan UNICEF untuk Indonesia, Dr John Lumopa, Kadis Dinsos Tomohon berdiskusi bersama Kepsek SMA Lokon, Stephanus Poluan, dan pimpinan YPL di ruang Yayasan.
"SMA Lokon pada tahun 2012 diinisiasi sebagai sekolah tangguh bencana dan sekolah siaga bencana oleh Pemkot Tomohon dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Tomohon. Selain ceramah juga dilakukan simulasi tanggap bencana letusan gunung berapi. Maklum, lokasi sekolah kami berjarak sekitar 3 km dari kawah Tompaluan Gunung berapi Lokon" cerita Stephanus Poluan kepada para delegasi.
"Setelah itu, tidak ada kelanjutannya. Sosialisasi tanggap bencana ramai dilaksanakan di mana-mana, ketika Gunung Lokon sedang aktif. Sekolah kami ditetapkan oleh Kemendikbud sebagai sekolah Tanggap Bencana pada tahun 2013", lanjut Kepsek SMA Lokon.
Di hadapan para delegasi Tagana ASEAN dijelaskan bahwa sekolah ini berada di ring satu bencana alam erupsi Gunung Lokon. Antisipasi terhadap bencana sudah terlaksana ketika Gunung berapi Lokon (1.580 mdpl) oleh banyak pihak beberapa waktu lalu. Beruntung abu vulkanik Gunung Lokon jarang jatuh ke kompleks sekolah dan asrama karena angin membawanya ke arah Manado. "Meski demikian, letusan pertama saat erupsi, menggetarkan seluruh bangunan dan kaca-kaca" kisah Kepsek.
"Mitigasi kesiapsiagaan bencana sudah dikelola sejak 12 tahun lalu di seluruh Indonesia dengan program kegiatan berkelanjutan. Termasuk Apel Siaga Tagana di Tondano Minahasa sekarang ini. Tagana direkrut dari masyarakat, pemuda desa mulai umur 18 tahun hingga 25 tahun dari lokasi rawan bencana. Diseleksi, ditraining dan kemudian dibekali dengan pelatihan mitigasi bencana, tapi yang penting pembentukan jiwa relawannya, kemanusiaannya. Kita bukan seperti orang yang digaji. Tapi sungguh relawan", jelas Adhi karyono, Direktur Perlindungan Sosial Korban Bencana Alam (PSKBA) Kemensos RI.
Delegasi dari ASEAN sangat ingin tahu kondisi eruspi Gunung Lokon. Lalu, saya memperlihatkan foto-foto erupsi Gunung Lokon yang saya posting di Kompiasana beberapa tahun lalu setiap kali Gunung Lokon meletus memalui gawai saya. Aimi, Tagana Filipina, menjelaskan tentang dahsyatnya letusan Gunung Pinatubo (1991) yang meluluhlantakan daerah Pampanga, Zimbales dan Tarlac di pulau Luzon.