Lihat ke Halaman Asli

Tri Lokon

TERVERIFIKASI

Karyawan Swasta

"Nglathak" Pak Pong, Sadap Sekali

Diperbarui: 11 Juli 2016   11:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Nglathak" Pak Pong, Sadap Sekali | Dok. Pribadi

Terjebak kelaparan saat perjalanan traveling di daerah Bantul, menepilah dan cobalah mencicipi Sate Klathak. Sepanjang jalan Imogiri Timur, berderet warung-warung Sate Klathak. Tinggal pilih mana yang disukai.

Jumat siang (8/7/2016) perut tengah sudah minta diisi karena lapar. Sebelum ke Hutan Pinus Mangunan Dlingo, pilihan kuliner kali ini adalah “nglathak”. Ya, sate klathak yang diburu. Berdasarkan informasi, Sate Klathak Pak Pong di Jalan Stadion Sultan Agung, menjadi pilihan kuliner siang ini. Jam buka warung sate ini mulai jam 10.00 hingga jam 23.00.

Lagi-lagi mobil parkir sedikit jauh dari warung, gegara sudah banyak mobil pakir. Di musim liburan lebaran, selain padatnya lalu lintas yang mengarah objek wisata, warung-warung kuliner ternama banyak diserbu wisatawan.

Suasana ramai semakin terasa ketika memasuki warung untuk mencari tempat duduk. Bermodal sabar antri, akhirnya mendapat juga tempat, kendati meja belum dibersihkan. Namun tak lama pelayan membersihkan dan sekaligus meninggalkan secarik kertas untuk menulis pesanan kami.

Tengklengnya empuk FOTO: Dokpri

“Sate klathak 5 porsi. Gulai Daging 2 porsi. Tongseng 2 porsi. Tengkleng 2 Porsi. Sate Ati 1 porsi. Minum es jeruk 3. Teh hangat 1. Nasi putih 5 porsi. Cuma itu?” kata adik saya membaca kertas pesanan. Ternyata anak-anak kecil minum teh dan hydro co kemasan yang tersedia di lemari fresher.

Sembari menunggu kami bercerita. Tiba-tiba terdengar kabar Pak Ganjar, Gubenur Jateng ikutan “nglathak” di warung Pak Pong. Benar juga. Tampak ada beberapa warga minta selfi dengan Pak Ganjar. Semua dilayani pak Gubenur dengan senyum khasnya.

“Duluan mana pesanan kita atau pak Ganjar” kata keponakan saya seolah-olah mengajak taruhan kepada Pakde dan Omnya. “Kalau belum pesan, ya kita duluan. Meski beliau orang nomer satu di Jateng, tata krama antri dipegang teguh oleh Pak Ganjar sebagai kearifan budaya Jawa” jawab saya sambil merunut kata dan tindakan Pak Ganjar yang kerap blusukan selama menjadi Gubenur Jateng.

Senyum Pak Ganjar, Gubenur Jateng FOTO: Dokpri

Cukup lama menanti pesanan datang. Penyebabnya karena memang sedang ramai pembeli. “Nah itu lihat pesanan pak Ganjar lebih awal tiba daripada pesanan kita” celetuk adik saya memecah kebosanan menunggu. Semua hanya saling pandang melihat fakta ini. “Jangan buruk sangka. Ajudannya sudah pesan duluan” komentar saya untuk menghibur diri.

Gulai Kambing FOTO; Dokpri

Mengapa disebut sate klathak? Tanya saya saat pelayan datang mengambil catatan pesanan sate kami. “Eyangnya Pak Pong penjual keliling sate dan gulai. Supaya lebih cepat dan praktis maka dagingnya diambil dari domba muda. Tak usah lama dibakar, dagingnya sudah enak dimakan dan empuk. Bumbunya hanya garam dan merica. Saat dibakar, terdengar bunyi klathak klathak klathak. Sejak saat itu, dikenal dengan sate klathak” cerita pelayan pak Pong dengan sigapnya.

Pesanan Tiba, Sadap disantap FOTO: Dokpri

Akhirnya pesanan kami tiba. Sate klathak dkk disantap dengan lahapnya. Keringat pun tercurah karena lapar dan udara panas Bantul. Perut tengah pun mulai terasa penuh nikmat. Makan sate membuat badan menjadi hangat dan menambah tekanan darah. Rasa capek selama perjalanan dari Pantai Glagah Kulonprogo seketika sirna. Rasanya yummy banget. Bumbunya juga nendang. Lidahpun ikut bergoyang.

Bagi saya makan sate kambing sangat jarang. Di Manado tak mudah menemukan kuliner sate klathak seperti ini. Bahkan kemungkinan besar tidak ada yang menjual sate klathak. Wajar kalau siang itu saya begitu lahapnya menyantap sate itu. Mumpung di Jawa he he he.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline