Lihat ke Halaman Asli

Tri Lokon

TERVERIFIKASI

Karyawan Swasta

Keseimbangan dan Komposisi Alam, Letusan Gunung Lokon

Diperbarui: 24 Juni 2015   20:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1354868985693751835

Terdengar suara dentuman keras menggelegar dan kemudian gemuruh yang beruntun, menjadi tanda Gunung Lokon (1580m dpl) berjenis “Stratovolcano” sedang meletus. Sore itu (6/11) pukul lima lebih lima belas, saya pun berlari keluar rumah. Tampak abu vulkanik bergulung-gulung menyembur ke langit sore dari kawah Tompaluan. Cahaya senja kejinggaan memberkas pada abu “brokoli” vulkanik hingga tampak indah dipandang mata.

[caption id="attachment_220092" align="aligncenter" width="600" caption="Awal Letusan Gunung Lokon"][/caption]

Seperti biasanya saya berlari ke luar rumah untuk memotret fenomena letusan Gunung Lokon. Kali ini saya menuju ke spot “gusuran baru” di sebelah Utara. Setibanya di lokasi itu, saya melihat dua orang turis (asal Swiss, setelah saya tanya) sedang memotret Gunung Lokon yang sedang meletus. Mereka datang lebih awal daripada saya.

Tak hanya saya dan turis yang menyaksikan fenomena letusan itu hampir satu jam berdiri di "gusuran baru". Beberapa siswa Wamena Papua yang sedang menyiapkan diri belajar ke Jerman, ikut bergabung menonton. Dahsyatnya letusan memang menarik banyak orang untuk melihat sekaligus berjaga-jaga terhadap abu letusan yang jatuh.

[caption id="attachment_220093" align="aligncenter" width="600" caption="Senja Hari, Lokon Meletus"]

1354869096225369099

[/caption]

Sembari mengambil foto letusan sore itu, kami bercakap-cakap. “Sewaktu di Singapore kami mendapat pemberitahuan bahwa penerbangan ke Manado, bisa jadi ditunda untuk sementara. Katanya peringatan dini ini terkait dengan meletusnya Gunung Lokon yang mengganggu jadwal penerbangan” cerita Julia, turis Swiss yang datang bersama suaminya.

“Lokon beda dengan Gunung Merapi di Jawa Tengah. Meski sama-sama mengeluarkan ‘wedhus gembel’ (awan panas), Gunung Lokon lebih kecil dan posisi kawahnya ada di punggung, tidak dipuncak. Pemukiman penduduk tidak mengelilingi gunung. Hanya sebelah Timur kawah, terdapat desa terdekat, Kakaskasen dan Kinilow” kata saya menanggapi kecemasan turis Swiss tadi.

Gunung Lokon yang berada di desa Kakaskasen, Tomohon Utara, Sulawesi Utara akhir-akhir ini sangat aktif meletus. Tercatat Lokon meletus 6,7 Oktober, 11, 28, 30 Nopember, 1, 2,3, 5, 6 Desember 2012. Seringnya meletus, warga setempat semakin mengenal bagaimana karakter letusan Gunung Lokon.

[caption id="attachment_220094" align="aligncenter" width="600" caption="Indah Tapi Berbahaya"]

13548691622008182990

[/caption]

Pertama terdengar dentuman keras (seperti mercon) kemudian disusul dengan suara gemuruh (seperti guntur) yang bertubi-tubi. Setelah itu, asap tebal hitam bercampur putih menyembur ke langit bergulung-gulung hingga 5 km atau paling pendek 500 meter. Tingginya semburan letusan itu bisa dilihat dari berbagai penjuru sehingga antisipasi di mana dan ke mana jatuhnya abu vulkanik yang disebut hujan “pece” oleh warga, bisa dipantau.

Dahsyat tidaknya letusan, meski setiap kali meletus terdengar suara dentuman keras, bisa diukur dari getaran gempa tremornya yang panjang dan lamanya abu vulkanik yang keluar dari lubang kawah Tompaluan. Memang semua itu bisa terpantau lewat seismograf pada alat Pemantau Gunung Berapi Lokon di Jl. Okoy, Tomohon. Namun, karena terbatas sebagai warga yang tak jauh dari Gunung Lokon, maka saya hanya bisa mengidentifikasi karakter setiap letusan.

[caption id="attachment_220095" align="aligncenter" width="600" caption="Turis Swiss, Ikut Memotret Letusan Gunung Lokon"]

13548692161849916877

[/caption]

Kedahsyatan letusan Gunung Lokon terasa ketika saya berada di Kampus Losnito. Kaca-kaca bergetar dan getaran tanah juga terasa mirip gempa bumi. Derit kaca dan goyangan yang lebih dari satu menit, bisa dikategorikan sebagai letusan terdahsyat. Pengalaman ini saya alami ketika Gunung Lokon meletus pada tanggal 3 sore dan 6 sore yang lalu. “Pak ini lebih besar dan getarannya sempat mengehentikan kuliah Matematika dan kami berlari untuk melihat dari luar kelas” kata Jeffry Komba, siswa LIP (Losnito Intensive Program).

“Orang Tomohon harus bersyukur. Setiap kali Gunung Lokon meletus, tak lama kemudian hujan deras turun. Membersihkan abu vulkanik yang dijatuhkan. Warga Tomohon selalu terbebas dari bencana letusan karena angin dari Timur lebih sering menghalau ke arah Utara daripada jatuh ke Tomohon. Jadi, angin dan hujan masih melindungi warga Tomohon. Letusan Lokon diartikan sebagai peringatan warga agar untuk bertingkah laku terpuji, baik dan saling menjaga kedamaian” kata Mom Connie, Guru bahasa Jerman ketika saya tanya soal letusan Gunung Lokon.

Sinergitas alam, bangunan dan rohani, bagi warga yang tinggal tak jauh dari kawah Tompaluan Gunung Lokon, kini dijadikan kearifan sosial terkait dengan seringnya terjadi letusan akhir-akhir ini. Bahkan ada yang berkelakar, Gunung Lokon meletus karena warga sudah mulai menyembunyikan mercon dan kembang api. Seperti tidak mau kalah saja atau justru memberi peringatan dini agar tidak membakar kembang api sebelum Natal dan Tahun Baru tiba.

Entah mengapa. setiap kali meletus, tak lama kemudian turun hujan deras. Abu yang dijatuhkan secara alami langsung bersih. Hujan ini melegakan para petani sayur yang sedang menanam untuk Natal karena terbebaskan dari kerugian gagal panen akibat abu lokon. Demikian juga jalan-jalan juga bersih sehingga mengurangi kebutuhan maskerpun untuk menghindari terjangkitnya sakit sesak napas. Tapi, turunnya hujan juga membuat kuatir warga, karena air yang masuk ke kawah Tompaluan tak hanya air tetapi juga pasir bebatuan yang kemudian ditengarai dimasak dan kemudian meletus. Demikian sebagian ceritan yang beredar di tengah warga setiap kali meletus.

Apakah Gunung Lokon akan meletus lagi dalam waktu dekat? Atau Natal dan Tahun Baru mendatang akan dikejutkan dengan dahsyatnya letusan Lokon? Semua tidak bisa memprediksi. Terjadinya bencana susah diprediksi oleh manusia. Meski sekarang statusnya awas bencana, namun aktifitas warga tetap berlangsung seperti biasanya. Kegiatan belajar mengajar pun tetap berjalan. Ulangan Semesteran tetap berlangsung sesuai dengan jadwal.

Cerita ini sebenarnya mengungkapkan keseimbangan antara alam dan manusia terkait dengan seringnya Gunung Lokon. Keharmonisan alam Gunung Lokon terjadi sangat alami. Setiap kali meletus, hujan deras mengguyurnya, tak hanya membersihkan debu abu vulkanik tetapi juga mengisi kawah denga ir dan pasir bebatuan.

Setiap kali saya mengambil foto Gunung Lokon, saya menangkap aroma komposisi yang cantik. Di kala tidak meletus, Gunung Lokon adalah landscape indah yang menawan hati siapapun yang suka berpose dengan background gunung. Namun, ketika meletus Gunung Lokon adalah hantu yang menyeramkan siapa saja yang melihat dan tinggal berdekatannya karena terancam sesak napas. Komposisi inilah yang menjiwai foto-foto Gunung Lokon selama ini.

13548693071813045942

Tulisan ini saya dedikasikan untuk WPC 28 dan selengkapnya silahkan klik di sini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline