[caption id="attachment_335098" align="aligncenter" width="480" caption="Siap Terhanyut (trilokon)"][/caption]
[caption id="attachment_335095" align="aligncenter" width="480" caption="Mulai rafting di Sungai Oyo (trilokon)"]
[/caption]
Celana saya masih basah. Sebagian t-shirt juga masih basah. Jalan setapak keluar dari mulut Gua Pindul sedikit basah karena tetesan air dari baju dan celana para wisatawan. Terik matahari saat itu membantu kaos dan celana menjadi cepat mengering.
Pengalaman eksotik susur Gua Pindul selama hampir 45 menit masih sulit dilupakan. Setelah keluar dari mulut gua, saya dan teman-teman dijemput dengan pick-up untuk melanjutkan rafting di Kali Oyo. Lokasi rafting masih di Desa Gelaran, Bejiharjo, Karangmojo, Gunungkidul.
Roda pick-up bergerak. Jalan “off-road” desa tak beraspal dilalui. Sambil berdiri di bak belakang pemandu memperkenalkan hutan pohon kayu putih (Melaleuca Leucadendra) dan pabrik penyulingan. Teman saya mencoba menggapai dan memetik daunnya. Setelah diremas, daun itu diciumnya. Aroma bau kayu putih merebak.
“Silahkan turun, Bapak Ibu. Bawa masing-masing ban pelampungnya. Kita berjalan menuju ke Sungai Oyo di sebelah Barat sana,” ujar Joko memandu kami. Barisan pembawa ban dalam pun membebek dan mengikuti Joko dari belakang.
[caption id="attachment_335096" align="aligncenter" width="480" caption="Danau kecil di dekat suangai (trilokon)"]
[/caption]
Ada danau kecil sebelum terjun ke sungai. Air yang jernih sedikit menggoda untuk berenang. Namun kembali Joni memberikan arahan sebelum rafting dimulai. “Panjang sungai 1,5 km. Jarak tempuh sekitar 1,5 jam. Nanti kita berhenti di sekitar air terjun. Yang ingin lompat indah, monggo,” kata Joni memberi kelonggaran kepada kami.
Biasanya rafting menggunakan perahu karet. Kali ini rafting menggunakan ban pelampung yang diduduki. Arus Sungai Oyo tak sederas yang saya bayangkan. Dengan cara mengapung dan kadang mengayuh dengan tangan agar tetap hanyut, menjadi sensasi tersendiri.
Sepanjang menyusuri sungai, suasana alami dengan dominasi tanah kapur dan alang-alang serta tebing-tebing sungai, makin terasa nikmat. Batu-batu menyembul di permukaan air yang kadang tak sengaja diterjang karena terdorong oleh arus sungai. Sengatan matahari pun tak saya hiraukan karena begitu asyiknya bermain arung jeram.
[caption id="attachment_335099" align="aligncenter" width="480" caption="Air Terjun (trilokon)"]
[/caption]
[caption id="attachment_335101" align="aligncenter" width="480" caption="Lompat!!! Byurr!!! (trilokon)"]
[/caption]
Perjalanan rafting mencapai puncaknya ketika tiba di dua air terjun. Permainan lompat indah, yaitu terjun dari jembatan bambu atau melompat dari atas tebing batu, mulai ramai diperlihatkan oleh wisatawan. Para pemandu tampak mengamankan ban-ban pelampung yang ditinggalkan oleh wisatawan karena ingin melakukan lompat indah dengan terjun ke sungai. Pemandu yang lain mengawasi dan memastikan jangan ada satu pun wisatawan yang tenggelam. Kedalaman air di lokasi itu kurang lebih tiga meter.
[caption id="attachment_335100" align="aligncenter" width="480" caption="Suasan Di Ujung Rafting (trilokon)"]
[/caption]
Setelah puas bermain-main air di sekitar air terjun, akhirnya kami diantar menuju ke base-camp operator dengan menggunakan pick-up. Sesampainya di pos operator, lalu kami bilas diri mandi. Sementara itu, Mbak Ning Shakuntala telah memberi kode bahwa makan siang telah siap. Menu makan siang sangat istimewa, yaitu nasi merah, sayur lodeh, tahu-tempe bacem, dan keripik kacang. Tak lupa saya pesan sambel bawang yang pedas.
Menu makan ala desa itu sungguh mengenyangkan perut. Rasa lapar karena aktivitas rafting tadi, terobati sudah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H