Roda Truk bak terbuka itu mulai menggeliat. Para penumpang berbaju pelampung dengan kepala terpasang helm merah pudar, serta membawa satu dayung di tangan masing-masing berpegangan tempat duduk, setiap kali truk bergoyang. Kecuali Patris, Meysi dan Mario lebih suka berdiri bersandar pada bak dekat kepala truk.
[caption id="attachment_361265" align="alignnone" width="600" caption="Start dari Puri Bongkasa (dok.pri)"][/caption]
Rasa cemas mulai merayap di hati ketika langit tampak mendung kelabu pertanda akan turun hujan. Saya berharap arum jeram kami di Sungai Ayung, Ubud, Bali berjalan lancar tanpa ada kendala apapun. Kamis itu (18/12) kami, dua pendamping plus 13 siswa, mulai trip ke Bali dengan kegiatan rafting.
Kami pilih sungai Ayung untuk rafting selain karena sudah terkenal juga katanya aman dan tidak terlalu ekstrim bagi para wisatawan. Meski demikian, panjang lintasan mencapai 9 km dan masuk grade tiga.
[caption id="attachment_361267" align="alignnone" width="600" caption="Diangkut dengan truk bak terbuka (dok.pri)"]
[/caption]
Kami dibagi dalam dua perahu. Setiap perahu ada satu instruktur dan pendamping. Selebihnya siswa-siswi SMA. Satu perahu diisi 7 orang. Perahu satunya terisi 8 orang.
Tak kurang dari 15 menit dari base camp Puri Adventure, truk berhenti dan kami tiba di lokasi starting point Puri Bongkasa. Jalan setapak menurun kami lalui hingga mendekati bibir sungai. Sementara itu dua perahu karet diturunkan dari atas dengan menggunakan labrang besi hingga mendekati tepian sungai Ayung.
[caption id="attachment_361269" align="alignnone" width="600" caption="Turun tebing menuju Sungai Ayung (dok.pri)"]
[/caption]
[caption id="attachment_361270" align="alignnone" width="600" caption="Ada turis rafting (dok.pri)"]
[/caption]
Rasa cemas akan turun hujan mulai sirna seiring dengan terbukanya langit. Bli Kadek instruktur rafting juga tampak bersemangat membawa kami. "Dalam rafting ini yang diperlukan kebersamaan dan kekompakan. Aba-aba dari instruktur harus dipatuhi. Ini semua demi keamanan dan kenyamanan kita semua dalam satu perahu" nasehat Kadek sebelum kami mulai rafting. Bagi kami, nasehat kadek mengingatkan pendidikan di sekolah dan asrama. Tak hanya menimba kepandaian otak, tetapi pembentukan karakter juga penting untuk keberhasilan hidup.
"Kalau saya bilang maju maka kita sama-sama mendayung ke belakang. Mundur artinya dayung digerakkan ke depan. Stop bearti tidak mendayung. Berpegangan berarti pegang tali erat-erat" perintah Kadek. Kami semua menngangguk kompak.
"Boleh bawa kamera kah?" tanya saya sambil mengingat waktu Tubing di Kali Oyo Gunung Kidul saya bawa kamera dengan dibungkus tas kresek. "Bapak kalau foto sekarang saja sebelum berangkat. Jika bawa kamera DSLR sambil rafting sangat berbahaya. Kamera bisa disimpan di tas tahan air yang sudah ada di sini" jawab Kadek dan saya lihat di perahu itu tersedia tas tahan air yang bisa dilepas dan dibawa mirip tas punggung.
[caption id="attachment_361272" align="alignnone" width="600" caption="Saatnya bergembira di sungai (dok.pri)"]
[/caption]
Setelah perbincangan itu, kami satu persatu masuk perahu. Rombongan pertama sempat saya foto. Bersamaan dengan itu saya melihat perahu yang membawa turis asing mendahului kami. Hari itu rupanya banyak wisatawan yang rafting di Sungai Ayung.
Akhirnya, dua perahu karet orange mulai bergerak mengarungi sungai dan mengikuti derasnya aliran sungai. Perahu pun meliuk-liuk seirama dengan aliran sungai yang mencari daerah yang rendah dang menhindari batu-batu besar di tengah sungai.
[caption id="attachment_361273" align="alignnone" width="600" caption="Kompak dong (dok.pri)"]
[/caption]
Nah ini serunya rafting di sini. Ketika berada di aliran sungai yang flat, kami kompak mendayung sambil berteriak bersama satu dua supaya laju perahu lebih cepat. Tapi ketika ada belokan dan arah perahu akan bergeser ke belakang maka kami berteriak mundur mundur. Saat melewatijalur menurun kami diminta berpegangan, agar tidak tergoncang dan berakibat penumpang bisa jatuh dari perahu. Begitu seterusnya sepanjang perjalanan.
Ada yang lebih seru daripada teriakan itu. Saat perahu kami berdekatan bahkan bersinggungan dengan perahu rombongan lain, spontan kami perang air dengan menggunakan dayung kami. Tak ajal yang duduk di depan basah kuyub tapi semua senang menikmati tanpa ada rasa marah. Bahkan di derah air sungai yang flat, kami berlomba siapa yang lebih cepat. Yang kalah tentu dapat cemooh huuuuu dari kami.
Di tengah perjalanan, perahu menepi dan kami keluar dari perahu karena akan melewati dam. Dengan berjalan kaki, dam kami lewati.Lalu, kami naik perahu lagi. Track yang kami lewati setelah dam, pemanadangan di sekitar sungai cukup indah.
Di sebelah kiri beberapa hotel dan villa dibangun dengan memanfaatkan view sungai Ayung sebagai halaman belakang.Beberapa turis dari jendela kamar, memperhatikan kami yang sedang rafting. Sebuah sinergitas antara alam, bangunan dan pura tercipta untuk menjaga kelestarian alam di tepian sungai.
"Bli Kadek sejak tadi saya tidak melihat sampah. Padahal di perjalanan tadi ada orang yang buka warung di tepi sungai" tanya saya pada Kadek. "Itu tandanya masyarakat di sekitar aliran sungai sadar menjaga kebersihan. Tak terbesit dalam pikiran mereka sungai adalah jamban sampah. Peran adat pun menentukan karena barangsiapa membuang sampah di sungai, pasti kena denda" jawab Kadek dengan mantapnya seolah menasehati kami yang masih muda belia dan suka buang sampah sembarangan.
Dalam hati saya setuju dengan Kadek. Tempat wisata bukan tempat buang sampah atau tempat wisatawan meninggalkan sampahnya. Kalau perlu sampah dibawa dan dibuang pada tempatnya. Tempat wisata yang bersih akan dikunjungi lagi. Tapi kalau sudah tercemar kotor, pasti wisatawan tidak mau datang lagi.
[caption id="attachment_361274" align="alignnone" width="600" caption="Akhirnya finish (dok.pri)"]
[/caption]
Finish point tinggal beberapa menit lagi. Air sungai Ayung memasuki daerah flat tanpa bebatuan. Bli Kadek menyarankan kepada kami siapa yang mau berenang dipersilahkan. Tapi tetap waspada dengan arus bawah sungai. Begitu diberi kesempatan langsung semua terjun ke sungai untuk berenang dan merelakan badannya terbawa arus sungai sambil bersenda gurau.
Tibalah kami di tempat finish. Kami lalu berjalan naik menuju ke tempat pertama kali kami melengkapi diri dengan baju pelampung, helm dan dayung. Sebelumnya kami sempat foto bersama dengan seragam arum jeram yang masih kami bawa.
[caption id="attachment_361275" align="alignnone" width="600" caption="Membawa pulang sensasi rafting (dok.pri)"]
[/caption]
Sungguh pengalaman rafting ini sangat menarik dan akan kami ceritakan kepada yang lain setibanya kami di Manado. Untuk menikmati sensasi yang indah ini, kami merogoh kocek sebesar Rp. 150.000,- per orang termasuk makan siang secara prasmanan. Sebagai rasa ucapan terima kasih, dua instruktur kami beri tip sewajarnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H