Oleh: Julianda BM
Demokrasi Indonesia, bagaikan lukisan abstrak, penuh warna dan makna, namun tersembunyi di baliknya jeratan yang mengancam. Jeratan itu bernama ambang batas, baik ambang batas parlemen (parliamentary threshold) maupun ambang batas presiden (presidential threshold).
Ambang batas parlemen, bagaikan tali yang mengikat suara rakyat. Suara yang seharusnya terwakili di parlemen, terbungkam karena partainya tidak mencapai ambang batas.
Suara rakyat yang terbuang sia-sia ini, bagaikan lukisan abstrak yang kehilangan maknanya.
Dampaknya, oligarki politik semakin kuat. Suara minoritas terabaikan. Parlemen didominasi oleh partai-partai besar, yang tak jarang hanya mementingkan kepentingan mereka sendiri.
Demokrasi tereduksi menjadi pertarungan elit, bukan lagi perwujudan aspirasi rakyat.
Ambang batas presiden, tak jauh berbeda. Ibarat tembok tinggi yang membatasi pilihan rakyat. Hanya segelintir elit yang memiliki akses untuk menjadi pemimpin.
Rakyat dipaksa untuk memilih di antara pilihan yang terbatas, bukan berdasarkan kompetensi dan visi, tetapi berdasarkan kekuatan politik dan finansial.
Demokrasi, bagaikan lukisan yang kehilangan jiwanya. Suara rakyat terbungkam, pilihan rakyat dibatasi. Demokrasi terjerat dalam ambang batas yang semakin menguatkan oligarki dan melemahkan kedaulatan rakyat.
Bahaya-bahaya Jeratan Demokrasi
Ditengarai akan terjadi dampak yang membahayakan dengan adanya ambang batas tersebut, yaitu: