Oleh: Julianda BM
Indonesia merupakan negara yang kaya akan keragaman budaya dan adat istiadat. Masyarakat adat merupakan salah satu kelompok masyarakat yang menjadi bagian penting dari keberagaman tersebut. Namun, masih banyak masyarakat adat di Indonesia yang belum memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP).
Pada tahun 2022, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mencatat ada sekitar 17 juta jiwa masyarakat adat yang berada dalam naungan 2.300 komunitas. Dari jumlah tersebut, diperkirakan masih ada sekitar 2,5 juta jiwa yang belum memiliki KTP.
Minimnya kepemilikan KTP oleh masyarakat adat memiliki dampak yang signifikan terhadap pemenuhan hak-hak mereka, termasuk hak politik. KTP merupakan dokumen identitas yang wajib dimiliki oleh setiap warga negara Indonesia.
KTP berfungsi sebagai bukti kewarganegaraan, identitas diri, dan syarat untuk memperoleh berbagai layanan publik, termasuk hak politik.
Hak politik adalah hak asasi manusia yang fundamental. Hak politik mencakup hak untuk memilih dan dipilih dalam pemilihan umum, hak untuk berserikat, dan hak untuk mengemukakan pendapat.
Dampak Minimnya Kepemilikan KTP terhadap Hak Politik Masyarakat Adat
Minimnya kepemilikan KTP oleh masyarakat adat berdampak pada hambatan dalam pemenuhan hak politik mereka. Berikut adalah beberapa dampak tersebut:
Pertama, ketidakmampuan memilih dan dipilih dalam pemilihan umum.
Masyarakat adat yang tidak memiliki KTP tidak dapat berpartisipasi dalam pemilihan umum. Hal ini karena KTP merupakan syarat untuk dapat mendaftar sebagai pemilih.
Akibatnya, masyarakat adat tidak dapat menggunakan hak suara mereka untuk memilih pemimpin yang mereka inginkan.
Kedua, kesulitan mengakses layanan publik.
KTP juga merupakan syarat untuk mengakses berbagai layanan publik, termasuk layanan pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan. Masyarakat adat yang tidak memiliki KTP akan kesulitan mengakses layanan-layanan tersebut.
Ketiga, ketidakmampuan berpartisipasi dalam pembangunan.