Lihat ke Halaman Asli

Julianda BM

ASN pada Pemerintah Kota Subulussalam, Aceh

Puisi: Kuasa dan Tangis

Diperbarui: 18 Januari 2024   08:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi. Sumber gambar: www.fenesia.com

Kuasa dan Tangis

Oleh: Julianda BM

Dalam balai emas, takdir disengketa,
Mahkota kekuasaan menari di atas derita.
Para raja boneka beradu takhta,
Membagi remah janji, menyisakan duka.

Di lorong-lorong sunyi, air mata berbisik,
Cerita kelaparan mengiringi langkah lunglai.
Tubuh kurus menggigil, mimpi kian pudar,
Di panggung drama nestapa, rakyat jadi penonton buntu.

Hujan emas tak sampai ke gubuk rumbia,
Angin keadilan tersesat di lorong gelap.
Anak-anak meratap, sekolah hanya angan,
Tangan renta meminta, dibalas tatapan dingin.

Kuasa berbisik, licik dan angkuh,
"Rakyat? Biarlah tangis mereka jadi musik pengantar".
Tangis berteriak, pilu dan nestapa,
"Keadilan! Hak hidup! Kapan jadi milik kami?".

Tapi lihatlah, bunga bakung tumbuh di sela reruntuhan,
Harapan mekar di mata anak yang lelah.
Suara protes menggeliat, bersatu dalam gelora,
Rakyat tak lagi penonton, mereka pemain utama.

Kuasa dan tangis, dua sisi cermin,
Memantulkan wajah nestapa dan tekad tak terpadam.
Perjuangan berdenyut, api keadilan menyala,
Rakyat bangkit menggenggam, taklukkan mimpi yang dicuri.

***JBM***

Subulussalam, (17/01

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline