Oleh: Julianda BM
Transportasi merupakan salah satu sektor penting dalam kehidupan manusia. Sektor ini berperan penting dalam menunjang aktivitas ekonomi, sosial, dan budaya. Namun, sektor transportasi juga memiliki dampak negatif terhadap lingkungan, seperti emisi gas rumah kaca, polusi udara, dan kebisingan.
Dampak negatif sektor transportasi terhadap lingkungan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah kendaraan bermotor. Jumlah kendaraan bermotor di Indonesia, misalnya, terus meningkat dari tahun ke tahun.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah kendaraan bermotor di Indonesia pada tahun 2022 mencapai 149,2 juta unit, meningkat dari 143,1 juta unit pada tahun 2021.
Peningkatan jumlah kendaraan bermotor tersebut berdampak pada peningkatan emisi gas rumah kaca. Emisi gas rumah kaca dari sektor transportasi merupakan salah satu penyumbang utama perubahan iklim.
Menurut data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), emisi gas rumah kaca dari sektor transportasi di Indonesia pada tahun 2021 mencapai 176,2 juta ton CO2e, meningkat dari 167,9 juta ton CO2e pada tahun 2020.
Selain emisi gas rumah kaca, sektor transportasi juga menyebabkan polusi udara dan kebisingan. Polusi udara dari sektor transportasi dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan, seperti asma, penyakit jantung, dan kanker.
Kebisingan dari sektor transportasi juga dapat mengganggu kesehatan dan kenyamanan masyarakat.
Oleh karena itu, diperlukan strategi pengelolaan transportasi yang berkelanjutan untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan. Strategi pengelolaan transportasi berkelanjutan tersebut harus dirancang secara komprehensif dan melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah, swasta, dan masyarakat.
Strategi Pengelolaan Transportasi Berkelanjutan
Ada beberapa strategi pengelolaan transportasi berkelanjutan yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan, antara lain: