Bayang-bayang Nestapa
Oleh: Julianda BM
Dalam selubung senja, sunyi berbisik nestapa,
Bayang-bayang menari, siluet duka tanpa warna.
Wajahmu membekas, di kelopak mata yang berair,
Senyummu terbayang, menusuk luka seperti paku sair.
Langkahku lunglai, di lorong kenangan yang kelam,
Tiap sudut berbisik, kisah cinta yang terendam.
Aroma rambutmu, masih menggantung di udara senyap,
Suara tawamu, gema hantu yang tak kunjung padam.
Bunga-bunga mimpi, kini mawar berduri duka,
Tiap kelopak mekar, tusuk duka menyiksa.
Langit senja menangis, awan kelabu berarak,
Hatiku tetesan tinta, menulis nestapa di lembar takdir.
Oh, bayang-bayang, kau pencuri cahaya mentari,
Membiarkan jiwaku merayap, di sudut mimpi yang suri.
Bisikanmu racun, menggerogoti tiap asa,
Tinggal duka mengering, di tanah gersang tanpa makna.
Aku berteriak, tapi tak ada yang mendengar,
Bayangmu memekik, tawa hantu yang kian liar.
Dalam kelam nestapa, kutemukan diriku sendiri,
Bayang-bayangku sendiri, hantu cinta yang abadi.
Malam pun tiba, selimut duka membentangkan sayap,
Bayang-bayang mendekap, dalam mimpi gelap tak bertepi.
Semoga fajar datang, dengan cahaya yang berani,
Membasuh bayang-bayang, agar jiwaku kembali suci.
Tapi apa daya, jika fajar tak lagi bersahabat,
Dan bayang-bayang menjadi raja, di istana hati yang remuk redam?
Akankah aku tenggelam, dalam nestapa tanpa akhir,
Bayang-bayang menjadi belenggu, cinta yang menjerat dan menyiksa?
Oh, Tuhan, tolong bebaskanlah aku,
Dari belenggu mimpi, dari hantu cinta yang tak kunjung sirna.
Semoga di suatu senja, bayang-bayang lenyap tertiup angin,
Dan hatiku, kembali berdetak, dengan cinta yang baru dan jernih.